Jakarta, NU Online
Salah satu materi penting pra-Munas dan Konbes NU dan Konbes adalah masalah kebhinekaan. Kali ini, lokasi yang ditempati adalah Manado, mengingat kota tersebut merupakan daerah yang memiliki keragaman dan toleransi yang tinggi. Acara akan diselenggarakan pada Sabtu, 11 November 2017.
Sekretaris Panitia Munas H Ulil Hadrawi, Kamis (9/11) menjelaskan, tema ini dibahas mengingat Indonesia terdiri dari ribuan pulau, ratusan etnik dan suku dengan warna kulit yang beragam. Juga, ada ratusan bahasa berteberan yang digunakan oleh rakyat di seluruh pelosok negeri. Sekalipun dengan keragaman yang tinggi tersebut, mereka tetap bersedia bersatu dalam bingkai NKRI.
H Ulil yang juga pengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan dengan menggunakan pendekatan teori yang disampaikan oleh mendiang Benedict Anderson bahwa bangsa Indonesia itu terbingkai dalam apa yang ia sebut sebagai imagined communities (komunitas terbayang). Yaitu, dahulunya, ketika masa awal kemerdekaan, rakyat Indonesia memiliki mimpi dan cita-cita bersama. Saat itu, kesenjangan antara penduduk yang miskin dan kaya belum ketara sehingga potensi perpecahan belum terlalu besar.
Dikatakannya, saat ini rasio gini (kesenjangan kaya-miskin) sudah mencapai 0,41% dan data terbaru sudah memposisikan kepemilikan empat konglomerat Indonesia ternyata masih lebih kaya dari 100 juta penduduk (International NGO Forum on Indonesian Development/INFID 2016). Menjadi pertanyaan apakah mimpi yang dibayangkan Anderson itu masih relevan? Banyak pengamat tak yakin NKRI akan tetap utuh. Setelah Soeharto dan Rezim Orde Baru runtuh dan Indonesia memasuki era reformasi pesimisme tentang keutuhan NKRI itu makin menjadi-jadi. Bahkan ada yang berteori di Indonesia akan terjadi balkanisasi: terpecah-pecah seperti negeri-negeri di semenanjung Balkan, Eropa Timur. Mendiang Lee Kwan Yew, Founder Negara Singapura juga pernah meyakini teori balkanisasi Indonesia ini.
“Alhamdulillah, nyatanya, sampai sekarang NKRI tetap utuh. Bahkan, dengan keragaman budaya, suku, agama dan etniknya negeri ini bisa menjalankan sistem politik demokrasi. Sesuatu yang sulit untuk dilaksanakan di negeri-negeri lain,” katanya.
Karena itulah, perlu dicari apa jawaban serta yang jadi penyebabnya, sehingga Indonesia dengan penduduk muslim moderat terbesar di dunia itu, bisa melaksanakan semua ini. Salah- satu jawabannya, antara lain, seperti banyak cerita sejarah menunjukkan, betapa besar rasa empati serta pengorbanan (saling mengalah) para pendiri bangsa untuk mempersatukan negeri yang begitu kaya akan keragaman budaya ini.
Sejumlah pembicara diharapkan dapat memberikan masukan dalam acara tersebut. Presiden Indonesia 2001-2004 Megawai Soekarnoputri akan memberikan pidato kunci sedangkan narasumber yang akan berbicara adalah Katib ‘Aam KH Yahya Cholil Staquf, Kepala UKP PIP Yudi Latief, Ketua Sidone Gereja Masehi Injil Minahasa HWB Sumakul, dan Rektor Universitas De La Salle Manado Johanis Ohoitimur. (Mukafi Niam)