Jakarta, NU Online
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Bidang Ekonomi Sumantri Suwarno menjelaskan berbagai perbedaan antara GP Ansor dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) kepemudaan yang lain.
Sehari-hari, ia banyak bergaul di luar lingkungan NU dan Ansor. Hal itulah yang membuatnya tahu persis bagaimana pihak luar mempersepsikan GP Ansor selama ini. Semula, ada beberapa kelompok yang melihat badan otonom NU ini sama persis dengan ormas kepemudaan pada umumnya.
“Apalagi karena muncul dan besarnya kekuatan Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang kadang menimbulkan semacam trauma karena praktik-praktik ormas di masa lalu. Tetapi ketika berinteraksi dengan teman-teman Ansor-Banser, mereka semakin tahu bahwa kita berbeda,” tuturnya dalam podcast yang disiarkan langsung melalui Kanal Youtube Gerakan Pemuda Ansor, Ahad (18/4) malam.
“Saya sebenarnya di dalam (Ansor) sangat melihat (perbedaan) ini dengan Ormas-ormas lain. Karena selain disatukan oleh sebuah nilai ideologis yang bersifat kesepakatan atau nilai nonspiritual, Ansor juga punya guidance (bimbingan) spiritual,” imbuh Mantri, sapaan akrabnya.
Dampak positif dari bimbingan spiritual yang terdapat di tubuh Ansor itulah, seluruh kader Ansor-Banser akan selalu siap dan tegak lurus ketika diperintah kiai. Dampak lainnya, Ansor tidak pernah melakukan kekerasan kepada siapa pun. Terlebih kekerasan yang bersifat sistemik atas perintah organisasi.
Kemudian, persepsi itu berhasil dimaksimalkan karena Ketua Umum PP GP Ansor Gus Yaqut Cholil Qoumas di kepengurusan sekarang ini berhasil membentuk Tim Supporting System di media sosial. Tujuannya, untuk menyebarluaskan kiprah Ansor.
Kiprah-kiprah Ansor
GP Ansor memiliki kiprah dengan menginisiasi berbagai gerakan kemanusiaan selama pandemi dan membuat Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang bekerja selama setahun ini untuk menyelamatkan negeri dari ancaman pandemi.
Lalu, GP Ansor juga berinisiatif membangun dialog-dialog internasional tentang humanitarian Islam. Hal ini dilakukan Ansor untuk merespons isu ekstremisme beragama, bukan hanya di tingkat lokal dan nasional, tapi juga menawarkan gagasan Islam Nusantara ke masyarakat dunia.
“Ansor mengambil peran di situ,” tegas Mantri.
Beberapa waktu lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Richard Pompeo berkunjung ke Indonesia dan menemui GP Ansor. Pertemuan itu, bagi pejabat penting sekaliber Menlu AS, tentu sudah melalui perhitungan yang panjang.
“Dia (Menlu AS) menghargai kiprah-kiprah yang telah dilakukan GP Ansor, sehingga merasa perlu untuk beraudiensi langsung dengan GP Ansor,” tutur Mantri.
Berbagai badan dan kelengkapan pun dibuat. Ansor memiliki Satuan Banser Tanggap Bencana (Bagana) dan Satuan Banser Lalu Lintas (Balantas). Kemudian satu kiprah yang tak pernah dan tidak boleh dilupakan adalah Ansor ikut berproses dalam pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Saya harus sampaikan bahwa dalam proses pembubaran HTI, inisiatif terbesar di luar pemerintah itu diambil GP Ansor. Terlepas ada pro-kontra di situ, belakangan masyarakat luas mulai menyadari bahwa ternyata memang langkah-langkah seperti yang diambil GP Ansor itu penting,” terangnya.
“Karena jika ekstremisme dalam beragama ini semakin menguat, maka ada satu titik yang membuat kita semua tidak bisa kontrol. Terus terang, dalam hal ini saya bangga, terima kasih kepada ketum pada dua periode terakhir, Kang Nusron Wahid dan Gus Yaqut yang telah menginisiasi dan mengawal proses penegakan konstitusi ini,” imbuh Mantri.
Ditegaskan bahwa penolakan terhadap HTI itu karena dinilai membahayakan dasar negara Indonesia, yakni Pancasila. Sebab dalam berbagai kampanye yang dilancarkan, HTI akan membangun khilafah Islamiyah yang tentu sangat bertentangan dengan dasar dan konstitusi negara. “Saya rasa itu yang perlu kita highlight (soroti),” terangnya.
Pesan Ketua Umum Ansor
Pada kesempatan yang sama itu, Ketua Umum PP GP Ansor Gus Yaqut Cholil Qoumas kembali berpesan kepada seluruh kader agar jangan sampai lelah mencintai Indonesia. Sebab menurutnya, Indonesia adalah negara atau tanah yang diberkahi.
“Kita tidak boleh lelah mencintai Indonesia. Itu pesan yang selalu saya ulang-ulang setiap bertemu dengan kader. Indonesia ini cuilan surga, Indonesia ini negara atau tanah yang diberkahi. Coba kalau kita bandingkan, misalnya, dengan Timur Tengah,” tutur Gus Yaqut.
“Timur Tengah itu suku bangsanya satu, negaranya banyak. Suku Arab, negaranya banyak tuh. Mulai Yaman, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab. Banyak sekali. Kita lihat dengan satu suku bangsa itu, negara-negara di Timur Tengah banyak yang porak poranda, padahal satu bangsa,” imbuhnya.
Hal tersebut sangat kontras dengan yang terjadi di Indonesia sebagai satu negara yang memiliki banyak bangsa. Hingga kini, Indonesia masih tetap bisa bersatu dan tidak pernah ada perpecahan atau masalah-masalah yang sangat mengganggu eksistensi negara. Jika bukan lantaran tanah Indonesia diberkahi maka persatuan itu tidak mungkin bisa terjadi.
“Artinya mencintai Indonesia itu adalah tanda syukur kita atas keberkahan yang dimiliki oleh Allah. Jadi mencintai Indonesia ini, kalau istilah hadratussyekh adalah hubbul wathan itu minal iman, bagian dari iman. Jadi tidak boleh kader Ansor luntur sedikit pun,” pungkasnya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syamsul Arifin