Nasional

Beda Proses Pemulihan Trauma Korban Bencana bagi Anak dan Dewasa

Kamis, 1 Desember 2022 | 06:15 WIB

Beda Proses Pemulihan Trauma Korban Bencana bagi Anak dan Dewasa

Relawan sedang menghibur anak-anak korban gempa Cianjur, sebagai upaya pemulihan kondisi psikologis korban (trauma healing). (Foto: jawapos.com)

Jakarta, NU Online 
Bencana gempa bumi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat tidak hanya menyebabkan ratusan warga setempat meninggal dunia dan ribuan bangunan hancur. Bencana itu juga berpotensi menyebabkan trauma bagi para korban terdampak yang selamat. 


Karena itu, pendampingan psikososial dan pemberian trauma healing menjadi penting dilakukan terhadap para korban baik anak-anak maupun orang dewasa.


Psikolog dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Maryam Alatas mengungkapkan bahwa penanganan pada proses pemulihan psikologis bagi penyitas trauma umumnya berbeda. 


Pendampingan pada kelompok usia anak, lanjut dia, cenderung diisi dengan kegiatan menghibur seperti bermain, bernyanyi, dan bercerita.


“Trauma healing untuk anak biasanya bisa dilakukan dengan cara bermain, bernyanyi atau bercerita,” ungkap Maryam kepada NU Online, Rabu (30/11/2022).


Sementara itu, trauma healing bagi kelompok dewasa dilakukan dengan mengajak yang bersangkutan untuk membuka dialog. 


“Kalau dengan anak biasanya dengan cara bermain, sedangkan untuk dewasa bisa dengan konseling,” tutur Kepala Unit Pelayanan dan Pengembangan Psikologi (UP3) Unusia tersebut.


Maryam menjelaskan, kondisi mental yang terguncang pada orang dewasa sebab peristiwa traumatik perlu segera diatasi. Ini karena, mereka, khususnya orang tua, memiliki peran ganda. Tak hanya bagi kesembuhan diri sendiri, tetapi juga pada proses pemulihan mental sang buah hati.


“Peran orang tua tentunya memberikan support dan memfasilitasi anak mendapatkan layanan trauma healing tersebut agar anak bisa berkumpul dengan sebayanya dan bermain,” jabar Maryam.


Ia menambahkan, trauma pasca-bencana yang tak kunjung pulih dapat mempengaruhi kondisi psikologis si kecil.


“Bisa saja berpengaruh terhadap anak. Orang tua yang mengalami trauma, mengalami emosi-emosi negatif seperti merasa sedih, marah, dan emosi negatif lainnya. Emosi ini akan tampak dari perilakunya dan anak akan melihat bahkan bisa saja mengadopsi perilaku tersebut,” jelas Maryam.


Adapun indikator keberhasilan pemulihan trauma pada kelompok dewasa, lanjut Maryam, salah satunya adalah ketika individu telah memiliki kontrol emosi agar tetap stabil.


“Salah satu indikator yang bisa diperhatikan adalah ketika seorang individu kembali mengingat kejadian di masa lalu dan merasakan emosi negatif pada saat itu, dan ketika mengingat kembali kejadian lalu, emosi negatif yang dulu ada, sudah tidak lagi dirasakan atau setidaknya berkurang,” pungkas dia.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Syamsul Arifin