Nasional

Begini Respons Pemerintah-DPR soal Putusan MK yang Larang Polisi Duduki Jabatan Sipil

Kamis, 13 November 2025 | 22:15 WIB

Begini Respons Pemerintah-DPR soal Putusan MK yang Larang Polisi Duduki Jabatan Sipil

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi saat ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (13/11/2025). (Foto: NU Online/Fathur)

Jakarta, NU Online

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat memberikan respons terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menduduki jabatan sipil.


Putusan ini sekaligus menutup celah hukum yang selama ini memungkinkan polisi aktif menempati jabatan di lembaga non-polisi dengan alasan penugasan dari Kapolri.


Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemerintah menghormati keputusan MK yang bersifat final dan mengikat.


“Ya (akan dijalankan), sesuai aturan kan seperti itu,” ujar Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).


Prasetyo menjelaskan, pemerintah masih mempelajari isi putusan MK yang baru diterbitkan itu. Namun, ia memastikan tidak akan ada upaya untuk menghindari atau menunda pelaksanaannya.


Menurutnya, jika ada anggota Polri aktif yang saat ini tengah menjabat di kementerian atau lembaga sipil, pemerintah siap meminta mereka mengundurkan diri sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


“Ya kalau aturannya seperti itu (akan meminta anggota Polri mundur dari kementerian/lembaga),” tegasnya.

Wakil ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat menanggapi putusan MK soal pelarangan polisi rangkap jabatan publik, Kamis (13/11/2025). (Foto: NU Online/Fathur)

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad juga menyatakan hal serupa. Ia menegaskan bahwa DPR akan mempelajari secara seksama implikasi dari putusan MK tersebut, termasuk dampaknya terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.


“Saya baru mau pelajari, kebetulan ada Wakil Menteri Hukum. Jadi, secara jelasnya di pertimbangan dan lain-lain kita masih pelajari,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/11/2025).


Menurut Dasco, pemahaman sementara dari putusan MK ialah bahwa anggota Polri hanya dapat menempati posisi di luar institusi kepolisian jika berkaitan langsung dengan tugas-tugas kepolisian yang diatur dalam UUD 1945.


“Kalau saya tidak salah, begitu,” ujarnya.
 

Ia menambahkan, tafsir lebih lanjut mengenai tugas-tugas kepolisian dan batasan jabatan sipil yang dimaksud akan dibahas bersama oleh lembaga terkait. Untuk saat ini, ia belum bisa memastikan apakah revisi UU Polri nantinya akan menjadi tindak lanjut dari putusan tersebut.


“Itu kan harus pemerintah dengan DPR. Nah sementara ini pihak pemerintah dan DPR belum ketemu dan membahas itu,” katanya.


Sebelumnya, MK melalui amar putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo menegaskan bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.


“Menyatakan frasa 'atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri' dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo saat membacakan putusan di ruang sidang pleno MK, Jakarta.


Putusan tersebut mempertegas bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar institusinya setelah resmi mengundurkan diri atau pensiun.
 

Sebelumnya, penjelasan pasal itu menimbulkan tafsir ganda dan kerap dijadikan dasar hukum bagi sejumlah perwira tinggi Polri untuk menduduki jabatan strategis di lembaga sipil tanpa melepas status aktifnya.


Dalam permohonannya, para pemohon mencontohkan posisi Komjen Pol Setyo Budiyanto sebagai Ketua KPK dan Komjen Pol Eddy Hartono sebagai Kepala BNPT. Celah hukum itu, menurut MK, berpotensi mengganggu prinsip profesionalitas dan netralitas aparatur negara.