Pada tahun ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menggelar upacara bendera dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia di halaman Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya Nomor 164, Jakarta Pusat. Acara tersebut akan dimulai pukul 07.00 WIB sampai selesai. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj akan bertindak sebagai pembina upacara.
“PBNU mulai tahun ini dan selanjutnya akan mengadakan upacara bendera. Pembina upacaranya langsung oleh Ketua Umum PBNU,” kata Wasekjen PBNU H Andi Najmi Fuadi di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (15/8).
Menurut Andi, pada upacara nanti semua petugas dan peserta laki-laki diwajibkan menggunakan sarung dan peci hitam. Sementara baju atas menggunakan seragam dari lembaga, banom, dan lajnah masing-masing.
“Direncanakan upacara ini diikuti 200 orang. Unsurnya terdiri atas badan otonom, lembaga, pengurus harian NU, dan UNU, termasuk karyawan,” katanya.
Setelah upacara, kegiatan dilanjut dengan lomba. Ada banyak lomba pada pesta kemerdekaan ini, seperti lomba makan kerupuk, memasukkan paku di dalam botol, balap karung, tarik tambang, balap kelereng, dan balap bakiak. Untuk berbagai lomba ini, panitia mengatakan telah menyiapkan sejumlah hadiah menarik bagi para pemenang.
“Banyak sekali lombanya, dan hadiahnya juga variatif. Pokoknya kita pesta kemerdekaan,” ucapnya.
Peran kiai-kiai NU menjadi faktor penentu dalam beberapa peristiwa heroik menjelang proklamasi kemerdekaan NKRI pada tanggal 17 Agustus 1945. Di antaranya Pendiri NU Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari yang mampu mengorganisir para santri menjadi barisan pertahanan rakyat yang tergabung dalam pasukan Hizbullah (tentara Allah) dan Sabilillah (jalan Allah). Laskar Hizbullah yang merupakan golongan muda dengan pimpinan militernya KH Zaenul Arifin dan Sabilillah dari golongan tua dipimpin oleh KH Masykur.
Menjelang proklamasi kemerdekaan, keterlibatan KH Abdul Wahid Hasyim dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memiliki arti penting dalam menjaga keragaman budaya, etnis bahkan agama. Perdebatan sengit tentang Piagam Jakarta dapat diselesaikan dengan baik karena pandangan keislamannya yang luas tanpa harus terjebak pada pada formalisasi ajaran agama.
Kemudian, paska proklamasi, Belanda kembali ingin merebut kedaulatan NKRI melalui pasukan Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Puncaknya, setelah bersidang di Surabaya pada 21-22 Oktober 1945, KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa yang mewajibkan warga yang berada dalam jarak masafatul qasri agar ikut melawan NICA. Fatwa monumental tersebut di kemudian hari dikenal dengan Resolusi Jihad. (Husni Sahal/Muchlishon)