Jakarta, NU Online
Dalam sebuah hadits yang tertulis dalam kitab Mukhtarul Hadits disebutkan bahwa peran kiai atau ulama bukan hanya dibutuhkan oleh manusia saat hidup di dunia. Para kiai juga memiliki peran penting dalam kehidupan akhirat terutama bagi para penduduk surga.
Peran penting kiai di surga ini disebabkan setiap hari Jumat, para penduduk surga berkesempatan bertemu langsung dengan dzat Allah swt. Pertemuan dengan Allah ini menjadi sebuah kenikmatan paling indah dan agung dan senantiasa ditunggu-tunggu oleh penghuni surga.
Dalam pertemuan ini Allah bertanya kepada ahli surga, apakah nikmat yang diberikan di surga masih ada yang kurang. Mendapat pertanyaan ini, para ahli surga hanya terdiam seribu bahasa, tak berani mengatakan apapun. Mereka pun saling berpandangan satu sama lain.
Para ahli surga ini tak berani menjawab karena kewibawaan Allah dan rasa malu karena rahmat dan kenikmatam Allah yang terlalu besar walaupun amal penduduk surga tidak banyak selama hidup di dunia. Sehingga untuk mengungkapkan kata hatinya, mereka meminta para kiai atau ulama untuk menyampaikannya pada Allah.
"Kiailah yang akhirnya menyampaikan keinginan penduduk surga itu kepada Allah. Jadi kiai di surga itu nanti penyampai aspirasi penduduk surga kepada Allah swt," kata KH Anwar Zahid dari Jawa Timur, dalam video yang diunggah NU Online, Sabtu (5/2/2022).
Kiai yang ia sebut sebagai "Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Surga" ini merupakan sosok yang benar-benar seorang kiai atau ulama. Bukan hanya memiliki kemampuan ilmu agama yang tinggi dan luas saja, namun memiliki akhlak suri tauladan yang baik.
Oleh karenanya, Kiai Anwar mengingatkan umat Islam untuk belajar agama kepada kiai atau ulama yang benar-benar paham agama, memiliki silsilah keilmuan yang jelas, dan berkepribadian luhur. "Kalau nyari ustadz, nyari kiai, nyari guru itu nyari kiai dan ustadz kanan. Jangan cari ustadz kiri," tegas Kiai Anwar yang terkenal memiliki selera humor yang sangat tinggi ini.
Ustadz kanan yang ia maksud adalah kiai yang mampu membaca dari arah kanan yakni memahami bahasa Arab dengan kemampuan pendukung seperti nahwu dan sharaf dan lainnya secara mumpuni. Sementara ustadz kiri adalah mereka yang belajar agama hanya dari terjemahan dan belajar agama tidak lama alias instan.
Lebih lanjut, Kiai dari Bojonegoro yang juga Pengasuh Pesantren Sabilunnajah ini mengingatkan bahwa zaman saat ini banyak orang yang belajar agama hanya bagian luarnya saja. Ia mencontohkan banyak saat ini yang belajar Al Quran namun hanya sebatas membunyikan Al Quran namun tak bisa memahaminya.
"Membaca dengan membunyikan itu beda. Kalau membunyikan itu memindah dari tulisan ke ucapan. Kalau membaca, memindah dari tulisan ke ucapan disertai pemahaman," jelasnya pada haul salah satu pendiri NU, KH Bisri Syansuri di Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif, Denanyar, Jombang.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan