Cara Mendapatkan Sertifikasi Halal Bagi Pengusaha Makanan dan Minuman
Jumat, 26 Agustus 2022 | 13:00 WIB
Kudus, NU Online
Sertifikasi halal tentu sangat diperlukan bagi pelaku usaha makanan dan minuman. Hal ini mengingat pentingnya pelabelan itu sebagai salah satu upaya meyakinkan dan menarik konsumen. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) memiliki program layanan fasilitasi sertifikasi halal gratis (SEHATI) dengan kategori pernyataan pelaku usaha (self declare).
Dilansir situsweb resmi Kemenag, disebutkan bahwa kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Kepala BPJPH No 33 Tahun 2022 tentang Juknis Pendamping Proses Produk Halal dalam Penentuan Kewajiban Bersertifikat Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang Didasarkan atas Pernyataan Pelaku Usaha.
Pendaftaran program SEHATI dapat dilakukan dengan cara mengakses laman ptsp.halal.go.id, melalui ponsel, laptop, ataupun komputer. Berikut daftar persyaratan sertifikasi halal gratis bagi pelaku usaha kecil kategori self-declare:
- Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya;
- Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana;
- Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp 500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri dan memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp 2 miliar rupiah;
- Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB);
- Memiliki lokasi, tempat, dan alat proses produk halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal;
- Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari tujuh hari atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait;
- Memiliki outlet dan/atau fasilitas produksi paling banyak 1 (satu) lokasi;
- Secara aktif telah berproduksi satu tahun sebelum permohonan sertifikasi halal;
- Produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, catering, dan kedai/rumah/warung makan);
- Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya. Dibuktikan dengan sertifikat halal, atau termasuk dalam daftar bahan sesuai Keputusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal;
- Tidak menggunakan bahan yang berbahaya;
- Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal;
- Jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikasi halal;
- Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis (usaha rumahan bukan usaha pabrik);
- Proses pengawetan produk yang dihasilkan tidak menggunakan teknik radiasi, rekayasa genetika, penggunaan ozon (ozonisasi), dan kombinasi beberapa metode pengawetan (teknologi hurdle);
- Melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha secara online melalui SIHALAL.
Selain itu, Kepala Bidang Sertifikasi Halal Amrullah Kamsari mencatat, bahwa permohonan sertifikat halal juga perlu dilengkapi dokumen lain yakni, data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, serta proses pengolahan produk, dan juga sistem jaminan produk halal.
“Data pelaku usaha dibuktikan dengan nomor induk berusaha atau dokumen izin usaha lainnya. Nama dan jenis produk harus sesuai dengan nama dan jenis produk yang akan disertifikasi halal. Daftar produk dan bahan yang digunakan halal yang dibuktikan dengan sertifikat halal, kecuali bahan berasal dari alam tanpa melalui proses pengolahan atau dikategorikan tidak berisiko mengandung bahan yang diharamkan. Dokumen proses pengolahan produk memuat keterangan mengenai pembelian, penerimaan, penyimpanan bahan yang digunakan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan produk jadi, dan distribusi. Sistem jaminan produk halal ditetapkan kepala BPJPH,” katanya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Syakir NF