Dampak Perubahan Iklim pada Kehidupan di Bumi menurut BMKG
Selasa, 31 Oktober 2023 | 20:00 WIB
Jakarta, NU Online
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan negara-negara di dunia akan ancaman nyata perubahan iklim. Berdasarkan laporan World Meteorogical Organization (WMO), laju perubahan iklim di dunia mengganggu seluruh sektor kehidupan utamanya adalah perekonomian sebuah negara.
Negara maju misalnya bisa mengalami 60% dari jumlah kejadian bencananya terkait cuaca namun umumnya hanya 0,1% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Namun kondisi parah terpotret di negara berkembang yang terdampak 7% dari bencana global namun menyebabkan kerugian 5%-30% dari PDB. Sementara negara kepulauan kecil 20% dari bencana global menyebabkan kerugian hingga 5% dari PDB dan di beberapa kasus bisa melebihi 100%.
"Kami melihat bahwa cuaca ekstrem, iklim, dan peristiwa terkait air menyebabkan 11.778 kejadian bencana yang dilaporkan antara tahun 1970-2021," ujarnya dikutip dari keterangan pers di laman laman BMKG, Selasa (31/10/2023).
Kondisi tersebut, menurut Dwikorita adalah masalah yang sangat serius dan menunjukkan ketidakadilan atau tidak adanya kepasitas yang sama di antar negara. Ketidakadilan iklim, menurutnya, dilihat dari di mana wilayah yang paling tidak berkembang akan menjadi wilayah yang paling menderita dari dampak perubahan iklim saat ini.
Dwikorita menyampaikan bahwa dampak perubahan iklim dirasakan oleh seluruh negara tanpa terkecuali. Dicontohkan Dwikorita adalah fenomena El Nino dan La Nina yang memicu terjadinya bencana hidrometeorologi. Tidak jarang, dalam satu negara bisa mengalami bencana banjir namun di saat bersamaan juga mengalami kekeringan. Akibatnya kondisi ini membuat banyak orang menjadi hidup menderita.
Menghadapi kondisi bumi yang sedang tidak baik-baik saja dan mengancam keberlangsungan kehidupan seluruh makhluk hidup di bumi ini, ia mendorong seluruh negara untuk bisa berkolaborasi mengatasi permasalahan lingkungan.
"Perubahan iklim mengancam seluruh negara. Tidak peduli kondisi negaranya, baik negara maju, berkembang, dan negara kepulauan kecil semuanya mengalami bencana hidrometeorologi bahkan multi bencana hidrometeorologi," katanya.
Ia menyoroti pentingnya keterkaitan antara ilmu pengetahuan, kebijakan, dan layanan iklim. Output dari layanan ini sangat dibutuhkan bersandingan dengan asesmen sains yang dilakukan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk meningkatkan pengetahuan, terutama untuk mengatasi masalah, isu-isu iklim, dan keadilan iklim.
Menurutnya, sains dan IPCC tidak dapat bekerja secara optimal tanpa dukungan dari layanan iklim berdasarkan pengamatan sistematis dan berkelanjutan yang dilakukan oleh institusi seperti BMKG yang saat ini berada di bawah naungan World Meteorological Organization (MWO). Setidaknya ada 193 negara dan negara bagian yang bekerja pada pengamatan sistematis, analisis, prediksi--dan saat ini bekerja pada layanan iklim.
Output dari layanan ini sangat dibutuhkan untuk melengkapi kajian yang dilakukan oleh IPCC untuk meningkatkan pengetahuan dan ilmu pengetahuan, terutama untuk mengatasi masalah-masalah, isu-isu iklim dan keadilan iklim. Namun perlu diingat, meskipun terdapat informasi layanan di bawah WMO dan kajian sains dari IPCC semuanya memerlukan sebuah kebijakan agar dapat dieksekusi.
"Oleh karena itu, kita memang perlu memperkuat keterkaitan antara sains, kebijakan, layanan informasi, terutama dalam memahami dampak perubahan iklim dan variabilitas iklim serta dampaknya terhadap kehidupan manusia, yang juga berdampak pada keselamatan peradaban kita," ujarnya.