Dorong Pemilu Berlangsung Aman, Wakil Rais ‘Aam PBNU: Jangan Sampai Ubah Dasar Negara
Jumat, 29 Desember 2023 | 07:00 WIB
Wakil Rais 'Aam PBNU KH Anwar Iskandar saat menjadi narasumber pada Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, pada Kamis (28/12/2023). (Foto: tangkapan layar Youtube Pondok Lirboyo)
Jakarta, NU Online
Wakil Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Anwar Iskandar mendorong terciptanya pemilihan umum (pemilu) 2024 yang berlangsung secara aman. Ia mengungkapkan bahwa dalam menghadapi pemilu yang akan datang, terdapat tiga poin penting yang harus menjadi fokus utama.
Pertama, Kiai Anwar Iskandar menekankan pentingnya menjaga kestabilan negara, sistem bernegara. Ia mewanti-wanti agar hasil dari pemilu 2024 mendatang tidak berpotensi mengubah dasar dan sistem bernegara.
"Menghadapi pemilu yang akan datang ini, nomor satu jangan sampai pemilu yang akan datang punya potensi untuk mengubah bentuk negara, dasar negara, dan sistem bernegara, itu satu," ujarnya saat menjadi narasumber pada Halaqah Fiqih Peradaban dengan tema Ijtihad Ulama Nahdlatul Ulama dalam Bidang Sosial Politik di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, Kamis (28/12/2023).
Kedua, Kiai Anwar menegaskan bahwa pemilu yang akan datang tak boleh sampai menghasilkan pemimpin yang bisa membahayakan kelestarian Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah, baik dalam hal aqidah, syariat, tasawuf, amaliah, fikrah, maupun harakah.
"Pokoknya pemilu tahun ini NU, harus aman, tidak boleh terganggu, termasuk pondok pesantren harus aman," jelasnya.
Ketiga, Kiai Anwar mengatakan bahwa pemilu 2024 mendatang harus menjamin pembangunan Indonesia menuju negeri yang modern dan maju sehingga menciptakan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Pembangunan yang selama ini jelas manfaatnya harus menjadi pembangunan yang berlanjut, menuju Indonesia yang modern, maju, yang akan membawa kemakmuran, kesejahteraan bagi bangsa Indonesia," jelasnya.
Sebelumnya ia menjelaskan tentang bagaimana sikap kita tentang politik menurut muqaddimah qanun asasi Nahdlatul Ulama yang ditulis oleh KH Hasyim Asy'ari, yakni assiyasatu juz'un min ajzai syariah.
"As-Siyasah utawi politik, iku juz'un bagian, min ajzai syariah saking setengah saking piro-piro juze syariat. Walaupun menurut Mbah Hasyim politik itu hanya bagian, mungkin bagian kecil dari syariat, tetapi tabir ini memberitahu pada kita, bahwa di mata Mbah Hasyim politik itu penting," ujarnya.
Jika politik tidak penting, lanjut Kiai Anwar Iskandar, maka Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari tidak mungkin menulisnya dalam qanun asasi, bahkan sampai dikatakan bahwa politik adalah bagian dari berbagai bagian syariat.
Dari situlah, ia menekankan agar warga NU tidak boleh apriori kepada politik. Meski begitu, jika ada penilaian politik tidak baik, maka yang tidak baik itu bukanlah politiknya, melainkan pelaku-pelaku politik yang menghalalkan cara sehingga berakibat politik dianggap tidak baik.
"Hakikatnya politik itu baik. Kalau tidak baik, tidak mungkin Mbah Hasyim menulis. Karena definisi politik itu sebenarnya adalah sebuah upaya untuk membuat keputusan-keputusan yang memberikan maslahat dan kemanfaatan kepada orang banyak," ungkapnya.
Lebih lanjut, Kiai Anwar Iskandar menjelaskan bahwa di dalam kitab pesantren terdapat kaidah fiqih yang sangat populer berbunyi tasharruful imam ala raiyah manutun bil maslahah al-mariyah.
Menurut Kiai Anwar, maslahah al-mariyah merupakan salah satu manfaat daripada politik. Politik ada sesuatu yang baik karena politik berfungsi untuk memilih pemimpin, dan pemimpin akan membuat keputusan yang memberikan maslahat kepada rakyat.
"Jadi santri pondok ini karena orang-orang baik, jangan alergi dengan politik, sebab kalau orang-orang baik seperti santri nggak mau politik, nanti majelis politik akan diduduki oleh orang-orang jelek. Itu bahaya," pesannya.
Kiai Anwar Iskandar juga menjelaskan tentang kitab politik Al-Ahkam Al-Sulthaniyah. Di dalam bab pertamanya berbunyi as-siyasatu mauduatun likhilafati nubuwwah fi khiroasati din wa siyasatu dunya yang artinya politik diletakkan sebagai upaya untuk melestarikan kepemimpinan atas dasar ajaran Rasulullah dalam menjaga agama dan mengatur kehidupan dunia.
"Jadi menurut (kitab) Ahkamussulthaniyah, tujuan politik itu dua, yang pertama adalah menjaga agama, agama ini harus dijaga, kalau tidak dijaga nanti akan hancur dan dihancurkan tangan-tangan yang tidak baik," ujarnya.
Menurutnya, politik harus berpotensi menjaga agama, sejalan dengan jaminan terhadap kebebasan beragama yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Lalu fungsi politik yang kedua adalah mengatur kehidupan dunia agar baik dan memberi maslahat. Ia menjelaskan dalam kehidupan dunia butuh keamanan, butuh ketahanan negara, butuh stabilitas. Karena itu, perlu diatur agar kedaulatan negara terjaga.
"Cuman harus diingat Ahkamussulthaniyah itu sistem politik yang lahir pada abad pertengahan, yang tentu sudah banyak nggak sesuai dengan zaman sekarang," pungkasnya.