Seruan Ulama NU Jelang Pemilu 2024: Buang Politik Identitas, Berpolitik Demi Rakyat
Rabu, 17 Mei 2023 | 08:01 WIB
Aru Lego Triono
Penulis
Jakarta, NU Online
Pemilihan umum (Pemilu) akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024 mendatang. Di hari itu, masyarakat akan menggunakan hak suaranya untuk memilih presiden dan wakil presiden, serta para legislator dan senator.
Menjelang pesta demokrasi itu, para ulama di kalangan Nahdlatul Ulama memberikan seruan agar para politisi yang sedang berkontestasi dapat menata niat, menghindari politik identitas, dan berpolitik demi kepentingan rakyat Indonesia.
Menurut Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh, pemilu merupakan ajang untuk berkhidmah atau memberikan pelayanan kepada negara. Namun perkhidmahan itu tak ada artinya bilamana dalam prosesnya justru menimbulkan perpecahan dan polarisasi.
"Jadi yang pertama memang harus menata niat supaya tidak terjadi polarisasi. Kalau tujuannya adalah kedudukan dan materi, ya sudah, maka akan terjadi hal-hal yang merusak. Harus diniatkan yang bener," ucap Kiai Ubaid, kepada NU Online, Selasa (16/5/2023).
Setelah menata niat dengan benar, Kiai Ubaid meminta para politisi agar dalam melakukan kampanye dan ajakan tanpa menyakiti orang atau kelompok lain. Ia memaknai, orang lain yang dimaksud bisa jadi adalah mereka yang masih berada di dalam satu partai politik dan kelompok lain itu berada di luar partai politik.
"Karena semuanya mau berkhidmah kepada negara. Apa artinya kalau mereka jadi (terpilih) tapi masyarakat terpecah belah? Nah harus kembali lagi ke hati nurani. Ya, memang berat kembali kepada hati nurani," ucap Kiai Ubaid.
Ia juga menyinggung soal praktik money politic atau politik uang yang selalu marak terjadi saban menjelang Pemilu. Praktik ini membuat para politisi melakukan apa saja dan menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan suara elektoral dari rakyat.
"Maka ini peran Bawaslu agar money politic itu betul-betul bisa minimalisasi. Kita jual gagasan dan ide, bukan jual materi, tapi jual gagasan, ide, dan kesejahteraan untuk masyarakat," tambahnya.
Hindari Politik Identitas
Kiai Ubaid juga meminta para politisi tidak menggunakan politik identitas yang menjadikan agama sebagai alat untuk mencapai kekuasaan. Semua pihak yang terlibat dalam proses politik menjelang Pemilu ini diharapkan agar tidak menggunakan idiom-idiom agama demi meraih simpati dari masyarakat.
"Kalau idiom-idiom agama sudah masuk ke dalam ranah politik, maka mau tidak mau politik identitas ini akan terjadi. Kalau sudah politik identitas ya nanti terjadi ribut-ribut," ucapnya.
Politik demi rakyat
Sementara itu, Rais Syuriyah PWNU Jawa Barat KH Abun Bunyamin juga menyerukan kepada politisi agar mampu menjalankan praktik politik yang benar-benar memiliki orientasi demi rakyat, bangsa, dan negara.
Kepada semua warga Nahdliyin yang terlibat aktif di politik, Kiai Abun meminta agar memiliki niat ibadah dan niat untuk memperbaiki diri para pemimpin, sekaligus memberikan perbaikan pada kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.
"Kami mengharap juga bahwa titik utamanya adalah menyejahterakan bangsa Indonesia, membebaskan dari kefakiran, kemiskinan, dan kebodohan," katanya.
Berikut 7 imbauan Kiai Abun Bunyamin kepada para politisi yang hendak mengikuti percaturan politik di dalam Pemilu, terutama pada pemilihan legislatif dan pemilihan kepala daerah.
- Hendaknya kita jaga etika dan sopan santun.
- Jaga tindakan dan perilaku yang akan merugikan terhadap keutuhan dan persatuan bangsa.
- Kegiatan politik adalah kegiatan yang mulia. Oleh sebab itu jangan dikotori dengan sesuatu yang tidak mulia.
- Politisi supaya tetap menjalankan tugas sebagai politisi untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kaum radikal, intoleran, dan kelompok-kelompok yang selalu merongrong Pancasila dan UUD 1945.
- Pemilihan legislatif dan presiden itu dalam rangka fastabiqul khairat, artinya berlomba dalam kebaikan.
- Jangan sampai melakukan sesuatu yang melanggar norma-norma agama dan aturan perundang-undangan yang berlaku.
- Jangan melakukan tindakan, ucapan, dan perbuatan yang akan merusak kesucian agama. Itulah yang disebut dengan politik identitas.
Pendidikan politik yang baik
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Asep Saepudin Jahar, mengimbau para politisi, pengurus partai, ulama, para kiai, dan seluruh stakeholders (pemangku kepentingan) di masyarakat agar memberikan pendidikan politik yang baik, dewasa, dan harmonis.
“Pemilu ini jangan dijadikan sebagai ajang aji mumpung sehingga ada pihak yang mencoba mengail di air keruh. Tapi, harus kita jadikan pemilu ini sebagai suasana yang baik dalam konteks pesta demokrasi,” kata Prof Asep.
Ia mengatakan bahwa dalam konteks pesta demokrasi di berbagai belahan dunia manapun memang selalu ingin merebut suara masyarakat untuk getting voters (mendulang suara) sebanyak mungkin dengan segala cara. Sebagian di antara mereka ada yang menaruh simpati, ada juga yang memainkan suasana.
“Kita bisa lihat bahwa para kontestan dan pendukungnya mencoba untuk mengumpulkan dukungan. Nah, dukungan ini dilakukan dengan cara-cara seperti black campaign (kampanye hitam), negative campaign (kampanye negatif), memojokkan kelompok sana-sini yang dianggap sebagai cara untuk memenangkan calonnya,” ujar Prof Asep.
“Ini tentu berbahaya. Hal-hal inilah yang menjadi pemicu terjadinya banyak isu yang disebut politik identitas, isu etnik, isu keagamaan, isu golongan, dan lain sebagainya,” kata Asep.
Pewarta: Aru Lego Triono
Kontributor: Musthofa Asrori
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua