DPR-Pemerintah Bawa RKUHAP ke Paripurna, Tekankan Perlindungan Disabilitas dan Keadilan Restoratif
Kamis, 13 November 2025 | 21:30 WIB
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menerima Draf RUU KUHAP dari DPR yang telah disetujui untuk disahkan di Paripurna, Kamis (13/11/2025) (Foto: dok. DPR)
Jakarta, NU Online
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) untuk dibawa ke Rapat Paripurna guna disahkan menjadi undang-undang.
Kesepakatan tersebut diambil dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR dengan pemerintah pada Pembicaraan Tingkat I, yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman dengan didampingi Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej).
Seluruh fraksi di DPR, yakni F-PDIP, F-Golkar, F-Gerindra, F-NasDem, F-PKB, F-PKS, F-PAN, dan F-Demokrat, bersama pihak pemerintah menyatakan persetujuan agar RUU KUHAP segera dibawa ke rapat paripurna.
“Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III DPR RI dan pemerintah, apakah naskah RUU tentang KUHAP dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II yaitu pengambilan keputusan atas RUU KUHAP yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI terdekat?” tanya Habiburokhman yang dijawab serentak oleh peserta rapat, “Setuju.”
Tantangan penegakan hukum modern
Habiburokhman menegaskan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi turut memengaruhi cara penegakan hukum di Indonesia.
Karena itu, setiap pasal dalam RUU KUHAP harus mampu merespons perubahan zaman dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
“RUU KUHAP ini berupaya memastikan setiap individu yang berurusan dengan hukum baik sebagai saksi, tersangka, maupun korban mendapatkan perlakuan yang adil, setara, dan terlindungi,” ujarnya.
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej sebelumnya telah meminta agar pembahasan RUU KUHAP segera diselesaikan sebelum akhir tahun 2025.
Ia menilai, keterlambatan pengesahan dapat menimbulkan implikasi hukum terhadap status tahanan di kepolisian maupun kejaksaan.
“RKUHAP ini penting untuk memastikan sistem hukum acara pidana kita selaras dan tidak tumpang tindih dengan undang-undang sektoral yang telah berlaku,” tegas Eddy.
Adapun substansi utama dalam RUU KUHAP yang disepakati DPR dan pemerintah meliputi 14 poin pokok sebagai berikut:
1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
2. Penyelarasan dengan nilai-nilai KUHP baru, yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, dan restitutif demi pemulihan keadilan substantif dan sosial.
3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional, yakni pembagian peran profesional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan tokoh masyarakat.
4. Perbaikan koordinasi antar-lembaga penegak hukum untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana.
5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk hak atas pendampingan hukum dan perlindungan dari intimidasi atau kekerasan.
6. Penguatan peran advokat, termasuk kewajiban negara memberi bantuan hukum cuma-cuma bagi warga tidak mampu.
7. Penerapan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan.
8. Perlindungan khusus bagi kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lansia melalui asesmen kebutuhan khusus dan sarana pemeriksaan yang aksesibel.
9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan hukum.
10. Perbaikan mekanisme upaya paksa, dengan pembatasan waktu dan kontrol yudisial untuk menjamin prinsip due process of law.
11. Pengenalan mekanisme hukum baru, seperti pengakuan bersalah dengan imbalan keringanan hukuman dan perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku korporasi.
12. Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi secara lebih jelas dan tegas.
13. Penegasan hak korban atas restitusi dan rehabilitasi, termasuk bagi mereka yang dirugikan oleh kesalahan prosedur hukum.
14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.