Dua Pola Teror MIT di Sulteng: Membunuh secara Acak dan Mengincar Petani
Senin, 30 November 2020 | 10:15 WIB
Jakarta, NU Online
Pada kesempatan menyampaikan orasi dalam Apel Kebangsaan Virtual Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU), pada Ahad (29/11) kemarin, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor H Yaqut Cholil Qoumas mendesak aparat untuk bersikap terhadap pelaku pembunuhan di Sigi, Sulawesi Tengah.
Seperti diketahui, pembunuhan biadab itu menewaskan satu keluarga berjumlah empat orang serta pos pelayanan ibadah yang dibakar. Perlakuan keji itu dilakukan oleh Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pada Jumat (27/11) lalu.
“Mereka itu adalah pencoleng agama yang berakibat empat orang tewas jadi korban perilaku biadab atas nama agama. Kami minta aparat tindak tegas pencoleng-pencoleng agama di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah,” tegas Gus Yaqut, demikian sapaan akrab Ketum GP Ansor ini.
Lembaga Penelitian Institut Mosintuwu secara khusus meriset sejarah kekerasan yang terjadi di Sulawesi Tengah. Menurut lembaga ini, terdapat dua catatan penting tentang pola kekerasan yang terjadi.
Pertama, pembunuhan keji yang dilakukan MIT berpola acak tanpa memandang agama atau suku. Dikutip dari laman resmi Institut Mosintuwu, data menunjukkan bahwa di periode Januari hingga November 2020, kelompok MIT sudah membunuh tiga warga di Kabupaten Poso.
Pada April 2020, MIT juga melakukan pembunuhan keji kepada Daeng Tapo dan membunuh Ajeng yang keduanya adalah muslim. Selanjutnya pada Agustus, MIT membunuh Agus Balumba yang beragama Kristen.
Namun jauh sebelumnya, yakni pada 3 September 2019, MIT juga membunuh Wayan Astika yang beragama Hindu. Terakhir pada 27 November kemarin, MIT membunuh secara keji Naka, Pedi, Yasa, Pinu yang semuanya beragama Kristen.
Kedua, Institut Mosintuwu juga mencatat bahwa korban pembunuhan MIT sepanjang 2020 adalah para petani. Pada rentang waktu yang sama, beberapa pembunuhan warga juga terjadi akibat salah tembak oleh aparat keamanan.
“Mosintuwu mencatat ada tiga warga menjadi korban salah tembak aparat keamanan sepanjang 2020. Antara lain Qidam pada 9 April 2020, Firman dan Syarifudin pada 2 Juni 2020. Ketiganya adalah petani,” demikian dikutip dari laman resmi Institut Mosintuwu, pada Senin (30/11).
Hingga kini, Institut Mosintuwu menyatakan bahwa belum terdengar informasi proses pengadilan bagi aparat yang melakukan perbuatan salah tembak itu.
Pada pola yang pertama, aksi keji MIT tidak memandang agama. Mereka adalah teroris yang aksi kejinya dibenci oleh semua agama. Menurut Institut Mosintuwu, warga Sulawesi Tengah, terutama Poso, telah belajar bagaimana agama dipermainkan sebagai isu untuk membelah solidaritas masyarakat.
“Kejadian ini tidak boleh melengahkan kita kembali ke masa kelam itu lagi,” tulis Institute Mosintuwu.
Sementara di pola kedua, petani menjadi sasaran aksi keji MIT dan aparat keamanan. Hal tersebut menimbulkan rasa tidak aman bagi para petani. Terlebih bagi para petani yang tinggal di kebun-kebun di pinggir hutan.
Peristiwa pembunuhan terhadap satu petani saja, misalnya, akan menjadi teror bagi para petani dan warga yang lain. Akibatnya, ratusan hektar kebun di wilayah Kabupaten Poso ditinggalkan.
“Para petani bukan saja takut dicap sebagai banpol atau bantuan polisi oleh kelompok MIT tapi juga bisa saja dicurigai oleh posisi sebagai bagian dari MIT. Posisi petani menjadi serba sulit. Padahal mereka adalah tumpuan dan garda pertama ketahanan pangan masyarakat Sulteng. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 ini pangan adalah sumber utama untuk bertahan di masa sulit,” demikian diungkap Institut Mosintuwu yang ditulis pada Sabtu (28/11) lalu.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad