Bandar Lampung, NU Online
Takalluf atau pemaksaan dalam mengaitkan ayat Al-Qur’an dengan sebuah fenomena yang sedang terjadi, saat ini muncul di tengah wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Padahal baik secara denotasi bahasa maupun konteksnya, sama sekali tidak ada yang bisa dikaitkan antara ayat dengan fenomena tersebut.
Ada banyak ayat yang bisa memberikan tuntunan kepada kita dalam bagaimana memahami dan menyikapi virus Corona yang terjadi. Akan tetapi mencari ayat dalam Al-Qur’an yang membahas secara langsung tentang virus Corona adalah bagian dari "Cocokologi" dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.
"Baru-baru ini sempat viral di medsos, bahwasannya perintah menetap diri di dalam rumah guna memutus mata rantai penyebaran virus Corona, telah diisyaratkan oleh Al-Qur’an dalam surat Al Ahzab: 33, yang berbunyi Wa Qarna Fî Buyūtikunna (dan hendaklah kamu tetap di rumahmu)," kata Dosen Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, H Yusuf Baihaqi, Ahad (29/3).
Menurut alumni Al Azhar Mesir ini, mengaitkan potongan ayat tersebut dengan fenomena virus Corona jelas-jelas merupakan bagian dari At-Takalluf dalam menafsirkan teks Al-Qur’an. Setidaknya ada enam dasar yang mengiringinya.
Pertama, secara bahasa asal kata Qarna adalah Iqrarna, karena keberadaan dua huruf Ra memberatkan secara pelafazan, dibuanglah huruf Ra pertama, dan harakatnya berpindah ke huruf Qaf sebelumnya, maka jadilah Qarna yang berarti: menetap di satu tempat.
"Sedangkan Corona sebagai sebuah virus, bukanlah berasal dari bahasa Arab, sebagaimana Al-Qur’an berasal, hal ini dibuktikan penulisan Corona dalam bahasa Arab, tidak ditulis dengan huruf Qaf melainkan dengan huruf Kaf, yakni: كورونا," jelasnya.
Kedua, Al-Qur’an ditulis dengan menggunakan bahasa Arab dan dengan bahasa Arab, Al-Qur’an ditafsirkan, serta tidak bisa ditafsirkan dengan menggunakan bahasa selain bahasa Arab.
Ketiga, perintah pada ayat ini ditujukan untuk para istri nabi, agar mereka menetap di rumah dan tidak bersikap sebagaimana kebanyakan para wanita yang kerap keluyuran keluar rumah, bukan untuk sebuah keperluan yang penting, apalagi sampai menimbulkan fitnah di tengah kaum lelaki.
Keempat, para istri nabi yang diperintahkan pada ayat ini, walaupun perintah ini juga berlaku atas para wanita muslimah lainnya, sebagai sebuah penghormatan bagi mereka dan agar mereka menjadi suri tauladan bagi para wanita muslimah yang lain.
Kelima, perintah ini sama sekali bukanlah sebuah larangan yang bersifat permanen bagi para wanita untuk keluar rumah, melainkan bersifat kondisional.
"Artinya larangan itu tidak berlaku bagi mereka dikarenakan ada sebuah kebutuhan dan kemaslahatan, tentunya dengan tetap menjaga kehormatan mereka," tambah anggota Dewan Syariah LAZISNU PWNU Lampung ini.
Keenam, yang lebih menguatkan bahwasannya ayat ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan virus Corona, bahwasanya yang diminta untuk menetap di rumah dalam kasus virus Corona bukan saja kaum wanita, melainkan juga kaum lelaki, sedangkan konteks ayat diatas hanya diperuntukkan untuk kaum wanita saja.
"Dikarenakan mereka secara karakter penciptaannya lebih pas untuk mengurusi urusan rumah tangga, seperti: mengurus suami dan anak-anaknya. Sebaliknya kaum lelaki yang lebih pas untuk keluar rumah, mencari karunia Allah swt, guna menafkahi keluarganya," pungkasnya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin