Gugatan Diterima MK, Tapera Dinilai Tumpang Tindih dan Timbulkan Beban Ganda
Senin, 29 September 2025 | 19:30 WIB
Jakarta, NU Online
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 96/PUU-XXII/2024 menyatakan mengabulkan seluruh permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera).
Dalam amar putusan tersebut, Mahkamah menyatakan UU Tapera bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang yang digelar di Gedung MKRI, Jakarta Pusat, pada Senin (29/9/2025).
Mahkamah menilai, keberadaan Tapera sebagai kewajiban apalagi disertai dengan sanksi, tidak hanya bersifat tumpang tindih (overlapping), tetapi juga berpotensi menimbulkan beban ganda, terutama bagi kelompok pekerja yang sudah berkontribusi dalam skema jaminan sosial lainnya yang telah ada.
Terlebih lagi, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra dalam pertimbangan hukumnya menyampaikan bahwa peserta Tapera juga mencakup pekerja yang tergolong dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Ia juga menjelaskan bahwa kewajiban bagi pekerja untuk menjadi peserta Tapera guna mencapai tujuan penghimpunan dan penyediaan dana jangka panjang berbiaya rendah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 4 Tahun 2016, justru bertentangan dengan prinsip kemudahan yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2011.
“Padahal tanpa wajib menjadi peserta, setiap pekerja juga sudah dapat mengakses layanan kepemilikan, pembangunan, dan renovasi rumah dari berbagai skema,” katanya.
Saldi melanjutkan, peserta bakal dibebankan dengan unsur pemaksaan dengan meletakkan kata wajib sebagai peserta Tapera, sehingga secara konseptual, tidak sesuai dengan karakteristik hakikat tabungan yang sesungguhnya karena tidak lagi terdapat kehendak yang bebas.
"Terlebih, Tapera bukan termasuk dalam kategori pungutan lain yang bersifat memaksa sebagaimana maksud Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 ataupun dalam kategori 'pungutan resmi lainnya'," ucapnya.
Pada persidangan hari ini, Mahkamah juga menjatuhkan putusan terhadap permohonan pengujian UU Tapera lainnya yaitu Perkara Nomor 86/PUU-XXII/2024 dan 134/PUU-XXII/2024. Mahkamah menyatakan, pertimbangan hukum Putusan Nomor 96/PUU-XXII/2024 berlaku pula untuk dua putusan tersebut.
Sekalipun Pemohon dalam permohonannya tidak mempersoalkan konstitusionalitas norma Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) UU 4/2016 tetapi UU 4/2016 telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah sebagaimana amar Putusan 96/PUU-XXII/2024, maka permohonan para Pemohon baik dalam permohonan 86/PUU-XXII/2024 maupun 134/PUU-XXII/2024 menjadi kehilangan objek.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan Nomor 86/PUU-XXII/2024 dan Nomor 134/PUU-XXII/2024 tid?ak dapat diterima,” kata Suhartoyo.