Guru Besar UIN KHAS: Moderat adalah Sikap Terbaik dalam Beragama
Ahad, 18 Desember 2022 | 06:45 WIB
Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, Prof Harisudin pada acara ‘Orientasi Pengenalan Jati Diri Universitas Jember bagi CPNS Formasi Tahun 2021’ di Hotel Ketapang Indah Banyuwangi, Sabtu (17/12/2022). (Foto: NU Online/Istimewa)
Banyuwangi, NU Online
Dalam keseharian, seseorang dapat menunjukkan kualitas beragama. Dan sikap moderat sebagai pilihan terbaik sebagaimana juga disarankan dalam Islam. Bahkan moderasi dalam Islam hakikatnya adalah Islam itu sendiri.
Pandangan ini disampaikan Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri KH Ahmad Shiddiq atau UIN KHAS Jember, Jawa Timur, Prof Harisudin. Hal tersebut disampaikannya pada acara ‘Orientasi Pengenalan Jati Diri Universitas Jember bagi CPNS Formasi Tahun 2021’ di Hotel Ketapang Indah Banyuwangi, Sabtu (17/12/2022).
“Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktikan moderasi beragama dikatakan orang moderat,” katanya.
Dijelaskannya bahwa moderasi juga diartikan sebagai sesuatu yang terbaik, dan yang terbaik adalah sikap tengah-tengah. Misalnya keberanian adalah sikap terbaik antara nekat dan sifat takut. Dermawan adalah sikap terbaik antara pelit dan sifat kikir, dan seterusnya.
Baca Juga
Moderasi Beragama dan Urgensinya
Menurut Pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli Jember tersebut, terdapat tiga pondasi dalam moderasi beragama. Yaitu tidak berlebih-lebihan, tidak mengganggu ketertiban umum, serta tidak melanggar batasan kemanusiaan. Selain itu, metode yang dapat dilakukan untuk memahami Islam, salah satunya ialah mengajarkan Islam dari satu generasi ke generasi lain melalui jejaring sanad yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Dalam hadits dikatakan al-’ulama waratsatul anbiya. Artinya Islam disebar melalui jaringan intelektual ulama mulai sekarang hingga sampai pada Rasulullah. Ini yang disebut pemahaman agama yang bersanad,” tuturnya.
Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur tersebut mengingatkan bahwa Islam bersifat fleksibel. Dan berislam tidak menjadikan orang hilang keindonesian maupun kesukuannya.
“Seorang muslim dapat meneguhkan keislamannya, namun juga tetap bisa menjaga keindonesiaan dan kesukuannya. Misalnya yang bersangkutan sebagai muslim, orang Indonesia dan juga orang Madura,” tegasnya.
Islam juga mengajarkan untuk menjalin hubungan persaudaraan, baik ukhuwah islamiyah yakni persaudaraan sesama Islam, ukhuwah wathaniyah atau persaudaraan sesama anak bangsa, serta ukhuwah basyariah yaitu persaudaraan sesama anak manusia. Dan tujuan akhir beragama dalam Islam, adalah menjadi orang baik.
“Dalam bahasa hadits disebut liutammima makarimal akhlak yakni agar menyempurnakan akhlak mulia. Hal ini juga dikenal dalam bahasa Jawa dengan kalimat ndadani awak atau reparasi diri yakni tidak pernah merasa menjadi orang yang lebih baik dari lainnya,” pungkas dia.
Penulis: M Irwan Zamroni Ali
Editor: Syaifullah Ibnu Nawawi