Gus Baha: Pemerintah, Pemimpin, dan Rakyat yang Baik adalah Solusi Bangsa Ini
Kamis, 6 Oktober 2022 | 14:30 WIB
Pasuruan, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mengatakan membangun sebuah bangsa besar yang adil dan makmur hakikatnya dimulai dari individu setiap warga negara.
"Solusi bangsa ini tidak sekadar hanya pemerintah itu baik dan pemimpin itu baik, tapi rakyat juga harus baik. Kebaikan itu dimulai dari kita," jelasnya saat haul ke-41 KH Abdul Hamid di Pesantren Salafiyah Kota Pasuruan, Rabu (5/10/2022).
Menurut Gus Baha, langkah pertama menjadi orang baik atau warga negara yang baik dimulai dari memperbaiki shalat dan sujud kepada Allah swt. Dia mengungkapkan, masyarakat harus dilatih bangga bisa sujud dan menikmati sujud kepada Allah.
"Diajarkan dan dilatih syaraful mukmin qiyamuhu billail, mulianya umat Islam karena qiyamul lail dan yakin bahwa sujud adalah kenangan dan aset terbaik sehingga tidak hasud dengan jabatan serta kesuksesan orang lain," ucap Gus Baha.
Ketika sudah nyaman dengan sujudnya, kata dia, tidak hasud ketika tidak jadi wali kota, tidak hasud ketika tidak jadi kiai besar dan mubaligh populer. Karena sudah punya nikmat yang lebih baik dari dunia seisinya yaitu sujud.
"Kalau sudah begitu, maka nanti jadi menteri dan pejabat juga enak. Karena tidak dituntut macam-macam dan asyik dengan tahajud serta sujud. Jika tidak asyik dengan tahajud dan sujud maka pekerjaannya demo menuntut pemerintah," beber Gus Baha.
Gus Baha mengajak masyarakat umum untuk membangun persepsi bahwa sujud adalah nikmat terbesar menjadi hambanya Allah. Masyarakat juga sibuk memperbaiki diri dan menyelesaikan tanggung jawab masing-masing.
"Nilai bersama ini mari kita bangun, tsaqofah islamiyyah atau budaya Islam. Dimulai dari kita. Saya punya banyak hadis, setan paling menangis ketika melihat orang sujud. Karena sebab sujud, setan dikeluarkan dari surga," imbuh tokoh asal Rembang ini.
Dikatakan, budaya tersebut sebenarnya sudah mulai terbangun di masyarakat, misalnya barakahnya orang Indonesia itu salat dan sujud, banyak orang yang punya anak cantik, ketika dilamar orang kaya tidak mau, hanya karena yang kaya tidak salat. Padahal jika nikah dengan orang kaya maka bab ekonomi selesai. Padahal miskin sekali.
Jadi rakyat Indonesia sudah heroik. Demi cari menantu yang salih saja, maka rela memiliki menantu yang miskin asal salat.
Begitu juga ketika memilih pemimpin, tidak mungkin masyarakat yang shalat menganggap pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak shalat. Masyarakat kita yang antizina dan prostitusi, maka tidak akan memilih pemimpin yang punya perilaku seperti itu.
Gus Baha mengungkapkan, ketika masyarakat humanis, menghormati hak-hak orang lain, maka tidak juga akan memilih pemimpin yang jahat, sadis dan macam-macam. Pemimpin baik dari masyarakat baik
"Kalau rakyat sudah punya konsensus seperti itu, maka rakyat tidak akan memilih pemimpin yang terkenal tidak shalat. Apapun baiknya calon pemimpin itu dalam sosial. Sehingga tolak ukur kebenaran jadi tolak ukuran politik juga," ungkapnya.
Langkah selanjutnya yaitu melatih masyarakat untuk tidak bergantung dengan pemerintah dalam hidup sehari-hari. Sehingga lebih mandiri dan terbiasa mengatasi masalah sendiri.
Bagi Gus Baha, di pelosok negeri banyak masyarakat yang mandiri tanpa bergantung ke pemerintah. Bangun tempat sujud seperti masjid lewat iuran. Bahkan jauh sebelum negara Indonesia ada, masyarakat terbiasa mandiri. Malah ikut membantu negara. Sifat heroik ini perlu terus dijaga.
"Saya bisa tegas dalam sisi ilmiah. Negara ini atau umat Islam tidak boleh dilatih bergantung pada pemerintah. Nanti agama ini jadi bergantung ke wali kota. Saya ingin agama seperti di eranya Mbah Hamid Pasuruan, suka sedekah dan tidak berharap pemberian orang," tandas Gus Baha.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Fathoni Ahmad