Nasional

Gus Dur Membuka Pancaindra Bangsa

Kamis, 4 Oktober 2012 | 08:04 WIB

Jakarta, NU Online
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah seorang yang mampu membuka pancaindra bangsa ini. Ia mencerdaskan pendengaran dengan kata-kata cerdas, kata-kata yang membikin perbendaharaan makna di kepala kita.<>

Kalimat itu disampaikan Agus Nuramal, seorang pegiat seni tutur Pmtoh dari Nanggroe Aceh Darussalam, selepas tampil di peringatan seribu hari wafat Gus Dur di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Jumat malam, akhir pekan lalu.  Ia memukau penonton atas penampilannya yang berjudul "Seandainya Gus Dur Masih Ada".

“Dia juga orang yang membuka mata dan hati seluruh bangsa ini tentang apa itu kejujuran, apa sih politik itu. Politik itu nggak adalah sesuatu yang sederhana saja. Ia membuka pancaindra bangsa ini,” ungkapnya.

Jebolan Jurusan Teater Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini kemudian bercerita perkenalannya dengan putera sulung KH Wahid Hasyim ini, “Kenal Gus Dur zaman-zamannya aku membaca Tempo tahun 80-an. Waktu itu aku di kampung membaca catatan-catatan Gus Dur di majalah itu.”

Kemudian, seniman yang menekuni Pmtoh sejak 25 tahun lalu ini, bertemu Gus Dur langsung di TIM ketika ia kuliah di IKJ. Ia menyaksikan Gus Dur sering nongkrong bersama seniman di warung makan.

Ada satu pendapat Gus Dur yang masih dikenang Agus hingga sekarang. Waktu krisis ekonomi tahun 1997, Agus jalan-jalan ke salah satu kampung di Jawa Barat. 

“Aku menemukan ada seorang anak yang, maaf cakap, busung lapar. Tinggalnya di sebuah kandang ayam, kalau aku bilang. Sementara tetangga rumahnya naik haji, dipestakan; pesta satu kampung, pakai rebana,” terangnya.

Agus melanjutkan, kemudian kembali ke Jakarta. Kebetulan bertemu Gus Dur yang sedang dialog di warung makan, sekitar TIM. 

“Kemudian aku tanya, ‘Gus, apakah orang-orang yang naik haji zaman krismon ini masuk surga atau nggak’, aku tanya begitu.”

Menurut Agus, Gus Dur menjawab seperti ini, “Bagaimana mereka mau masuk surga, orang tetangga mereka kelaparan, kok mereka naik haji. Selesaikan dulu yang kelaparan. Barulah naik haji.” 

“Itu kata Gus Dur yang teringat olehku,” pungkas seniman yang memilih Pmtoh sebagai jalan hidup.
 



Redaktur: A. Khoirul Anam
Penulis   : Abdullah Alawi


Terkait