Gus Hilmy Sampaikan Landasan Khidmah dan Tantangan NU ke Depan
Jumat, 17 Desember 2021 | 07:00 WIB
Jakarta, NU Online
Menghadapi tantangan ke depan ada tiga hal penting yang perlu menjadi perhatian Nahdlatul Ulama (NU). Ketiganya adalah ideologisasi, sinergi, dan berpikir global. Ketiganya itu perlu diwujudkan demi kebaikan NU di era Kebangkitan Kedua (an-Nahdlah ats-Tsaniyah).
Hal tersebut disampaikan oleh H Hilmy Muhammad sebagai pembicara utama dalam Webinar Alumni PCINU Se-Dunia; Road to Muktamar Lampung dengan tema NU Global; Berkhidmah Tanpa Batas melalui aplikasi Zoom pada Kamis (16/12/2021) malam.
"Ideologisasi dengan memperbanyak kaderisasi, patut dimarakkan kembali agar warga NU tahu arah perjuangan, visi, misi dan tujuan organisasi, kelebihan dan kekurangan, siapa lawan (dalam pengertian positif) dan siapa kawan," jelasnya.
Di antara caranya, menurut pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut, adalah memperbanyak pendidikan kader di setiap level organisasi, seperti IPNU-IPPNU, Fatayat, Ansor-Banser, PMII, NU sendiri: PKNU-MKNU. Di sisi lain, pondok pesantren juga perlu memberikan materi khusus ke-NU-an.
"Kedua, hal penting yang harus mendapat perhatian adalah soal sinergi. Sinergi semua komponen NU agar sesama kader saling mendukung dan tidak saling memotong demi mengupayakan maslahat NU," kata anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tersebut.
Sinergi yang dimaksud Gus Hilmy adalah sinergi antarpengurus, antarbanom, antarlembaga, atau pengurus dengan banom atau lembaga dengan banom dan lain sebagainya.
Sinergi ini, bagi Gus Hilmy, dapat diwujudkan dengan cara pengelolaan potensi jama’ah NU. Ini juga mengharuskan kita punya rumusan praktis tentang ukhuwah nahdliyyah sehingga dapat dengan mudah laksanakan, apa yang harus dilakukan sebagai kader NU di level masing-masing.
"Yang ketiga adalah berpikir global. NU sudah sepatutnya bicara urusan global, bicara keluar, out of box. Jangan hanya bicara NKRI dan Pancasila, tapi juga bicara tentang teknologi, informasi, dan kedokteran. Melalui apa? Melalui peningkatan kualitas perguruan tinggi-perguruan tinggi, rumah sakit-rumah sakit, media-media dakwah, dan sarana komunikasi digital kita," jelas pria yang pernah aktif di PCINU Sudan dan Malaysia tersebut.
Hal terpenting dalam berorganisasi, menurut wakil Rais Syuriyah PWNU DIY tersebut, adalah bagaimana semua anggota maju bersama-sama, berkembang bersama-sama, sejahtera bersama-sama. Jika ada satu atau dua orang yang maju sendiri, tujuan berorganisasi bisa dikatakan kurang berhasil alias gagal.
Gus Hilmy juga mengingatkan lima prinsip dasar sebagai landasan khidmah kader NU yang disampaikan oleh Allahuyarham K.H. Ali Maksum, yaitu (1) ats-Tsiqatu bi Nahdlatil Ulama, setiap warga NU harus mempercayai NU sebagai tuntunan hidup yang sesuai. (2) al-ma’rifatu bi NU, warga NU harus memahami NU secara keseluruhan. (3) al-amalu bi Ta’alimi NU, warga NU harus mengamalkan ajaran dan tuntunan NU. (4) al-Jihadu fi Sabili NU, berjuang dengan spirit dan dasar-dasar perjuangan ala NU. (5) ash-Shabru fi Sabili NU, sabar dalam ber-NU.
Webinar ini diikuti oleh PCINU dari berbagai negara, di antaranya adalah Suriah, Turki, Mesir, Sudan, Lebanon, Tunisia, Libya, Maroko, Yordania, Yaman, Hongkong, Korea, Jepang, Malaysia, United Kingdom, dan Amerika.
Hadir pula tokoh-tokoh NU yang menyampaikan pandangannya, yaitu H Taj Yasin Maimoen Zubair (Wakil Gubernur Jawa Tengah), H Emil Dardak (Wakil Gubernur Jawa Timur), dan
Katib Syuriyah PBNU, KH Afifuddin Dimyathi pada kesempatan itu mengingatkan bahwa hal penting dalam berkhidmah kepada NU adalah rabithah qolbiyah (ikatan emosional).
"Dengan ikatan emosional, kita lebih mudah menyelesaikan berbagai persoalan. Buat apa berselisih di NU, toh manhaj sama, ajarannya sama, gurunya sama. Dengan ikatan emosional, kita akan lebih mudah berkorban. Dan dengan ikatan emosional, kita tidak mempermasalahkan siapa pun pemimpinnya, semua akan tetap berperan, berjuang bersama," ujarnya.
Sementara itu Wakil Gubernur Jawa Tengah, H Taj Yazin Maimoen menyampaikan terkait Muktamar Ke-34 mendatang di Lampung. "Apa yang terjadi dan menjadi keputusan adalah yang terbaik untuk Nahdlatul Ulama. Kita harus mempercayakan kepada guru-guru kita. Sebagai murid, semua yang berada di pucuk pimpinan NU hari ini adalah guru. Tugas kita kemudian adalah merenungkan bagaimana bentuk khidmah kita setelah Muktamar 34. Tidak perlu lagi memikirkan hasil dan polemik yang terjadi, tapi apa peran kita ke depan," ungkapnnya.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak menambahkan, bagi para santri, Muktamar bukan tentang bagaimana hasilnya nanti, tetapi bagaimana setelahnya. Ia juga menambahkan bahwa adanya PCINU di berbagai dunia menandakan ruang khidmah NU itu sangat luas.
"Kehadiran dan keberadaan PCI ini menandakan adanya keterhubungan khidmah dari pelajar-pelajar Indonesia di berbagai negara. Tidak hanya bagi santri, tetapi juga yang berlatar belakang bukan santri," kata Emil Dardak yang pernah aktif di PCINU Jepang tersebut.
Editor: Kendi Setiawan