Gus Miftah: Untuk Jadi Pemimpin, Santri Harus Punya Modal dan Model
Kamis, 21 Oktober 2021 | 01:45 WIB
Ilustrasi: Aktivitas mengaji yang dilakukan santri sebagai modal masa depan, termasuk jika ingin menjadi pemimpin. (Foto: dok NU Online)
Jakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji Yogyakarta KH Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) menyebut santri harus punya dua hal yaitu modal dan model untuk menjadi pemimpin di masa mendatang.
"Salah satunya dengan modal keilmuan yang kita miliki," terang Gus Miftah dalam acara Tasyakuran Hari Santri 2021 yang digelar Pimpinan Pusat IPNU-IPPNU secara hybrid di PBNU, Rabu (20/10/2021).
Ia kemudian mengutip sebuah kalimat dari Ibnu Athaillah As-Sakandari dalam kitab Al-Hikam. "Arrajau ma’al qarana amalun wa illa fahuwa umniyatun’. Ibnu Athaillah menjelaskan dua hal. Pertama, sebuh keinginan yang disertai dengan amalan dan perbuatan (raja’). Kedua, suatu keinginan yang tidak disertai sebuah perbuatan (tamanni) atau (umniyah)," kata Gus Miftah.
Pertama, modal. Gus Miftah memandang karakter santri saat ini lebih kepada tamanni bukan raja’. Padahal menurutnya santri bisa menjadi apa pun. "Namun persoalannya hari ini santri lebih banyak membuang waktu tidak ada usaha produktif sehingga modal untuk menjadi orang besar tidak ada," bebernya.
"Karepe pengin dadi kiai (ingin jadi kiai), ngaji gak gelem (tidak mau ngaji), sinau ora gelem (tidak mau belajar), mondok ora gelem (tidak mau mondok) tapi bikin status WA akan jadi kiai pada waktunya, ini kan ngeri sekali," imbuh pria kelahiran Lampung Timur.
Oleh karena itu, Gus Miftah menuturkan bahwa modal pengetahuan, kitab, dan bekal nyantri harus lebih dahulu masuk karena santri dituntut bisa menjadi sosok seperti buya Said. Hal ini harus diwujudkan dengan amal dan perbuatan.
Kedua, model. Menurutnya, model ini penting dimiliki santri. "Ada satu hadits yang bagi saya menarik ‘Tidaklah wali-walinya Allah swt itu mendapatkan rahmat dan ridho Allah swt dengan banyak ibadah, tetapi mereka dianggap wali Allah karena mereka memiliki jiwa dituntut jadi orang kaya," Gus Miftah mengutip hadits dalam kitab Wasiyatul Musthafa.
Berangkat dari penjelasan tersebut, Pendiri Pondok Pesantren Tegalsari di Ponorogo itu menceritakan pengalamannya ketika mendapat tawaran dakwah dibeberapa stasiun televisi yang kemudian menjadi cikal bakal dakwahnya memasuki kalangan menengah seperti selebriti.
"Saya awalnya menolak tapi guru kita Maulana Habib Luthfi dawuh ‘Lek, kalau tawaran di televisi ndak kamu ambil maka selamanya orang NU hanya bisa dakwah dikalangan grass root tidak bisa mengambil posisi Middle head. Kalau kamu pengin dakwah dan NU bisa diterima disemua kalangan, kamu harus ambil," ujar Gus Miftah meniru ulang apa yang disampaikan Habib Luthfi.
Karenannya, ia berharap santri memiliki semangat yang sama seperti dirinya dengan dua hal ini (modal dan model) yang menjadi pegangan utama. "Kalau ini dilakukan akan menjadi sesuatu yang membanggakan," tandasnya.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Kendi Setiawan