Gus Muwafiq Semarakkan Konfercab PCINU Australia-New Zealand
Sabtu, 23 Februari 2019 | 16:00 WIB
Jakarta, NU Online
Rangkaian acara Konferensi Cabang (Konfercab) VII Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Australia-New Zealand tahun ini terasa lebih special dari Konfercab sebelum-sebelumnya. Pasalnya, panitia Konfercab bekerja sama dengan University of Queensland Indonesian Student Association (UQISA) sukses menyelenggarakan acara Dialog Kebangsaan dengan tema “Tantangan Nasionalisme di Era Post-Truth” dengan menghadirkan kiai kondang KH Ahmad Muwafiq atau yang lebih dikenal luas dengan Gus Muwafiq.
Dalam keterangannya, Ketua Tanfidziyah PCI NU ANZ terpilih Tufel Musyadad menjelaskan besarnya antusiasme Warga Negara Indonesia (WNI) setempat. “Sambutan mahasiswa UQ dan warga Indonesia sekitarnya begitu luar biasa. Ratusan orang mulai dari orang tua, pemuda pemudi, hingga anak-anak dari berbagai latar belakang komunitas dan agama hadir dalam acara tersebut,” kata Tufel dalam keterangan yang diterima NU Online, Sabtu (23/2).
Ia menjelaskan dialog diawali dengan Sholat Maghrib berjamaah dan makan malam bersama dengan menu masakan khas Indonesia berupa Nasi Padang.
Acara dialog ini dibuka dengan sambutan dari ketua UQISA, Arimbi Mardila Ashany (yang akrab disapa Bea). Dalam sambutannya, Bea sangat mengapresiasi panitia Konfercab yang melibatkan UQISA sebagai penyelenggara acara dialog. Bea juga menyambut positif tema dialog yang diusung dan sangat relevan dengan kondisi kebangsaan masyarakat Indonesian saat ini.
Sementara itu, Rois Syuriah PCI NU ANZ, Prof. Nadirsyah Hosen (Gus Nadir) dalam sambutannya mengingatkan kembali tentang pentingnya menjaga nilai-nilai yang menjadi identitas bangsa Indonesia yakni keramahtamahan, keragaman, dan kebersamaan.
Saat orasi ilmiah oleh Gus Muwafiq telah tiba, para hadirin tampak sangat antusias dan memenuhi ruangan acara. Gus Muwafiq hadir di tengah-tengah peserta dengan mengenakan pakaian serba putih yang menjadi identitas beliau saat mengisi ceramah di berbagai daerah di Nusantara.
Layaknya para kyai NU, beliau mengawali orasi ilmiahnya dengan melemparkan candaan tentang istilah “post” yang menjadi kata kunci dalam tema dialog tersebut. Selama lebih dari satu jam, hadirin disuguhkan dengan pemaparan yang menarik, mendalam, dan segar dari Gus Muwafiq tentang kondisi aktual sosio-politik bangsa dan sejarahnya.
Dalam pemaparannya, Gus Muwafiq menyoroti kondisi keagamaan di Indonesia yang semakin mundur di tengah laju modernisasi dunia. Sesekali kiai asal Yogyakarta ini melontarkan candaan yang mencontohkan adanya beberapa orang Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat Islam dengan cara yang salah, seperti lebih memilih meminum air kencing onta sebagai obat daripada obat-obat yang teruji secara medis.
“Beliau juga mencontohkan betapa umat Islam masih saja berkutat pada perdebatan masalah ubudiyah di media sosial tanpa menyadari bahwasannya pemilik media sosial adalah pihak yang paling diuntungkan dalam perdebatan tersebut,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Gus Muwafiq juga menekankan tentang pentingnya untuk bersyukur menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Kiai alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini memaparkan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia di tengah ketidakpastian politik dan ekonomi dunia.
Sejarah kehebatan bangsa-bangsa yang bersatu dalam naungan NKRI juga tidak luput dari pemaparannya. “Beliau menekankan bahwa nilai-nilai identitas NKRI yaitu rukun dan kebersamaan adalah modal utama demi tercapainya negara yang adil, aman, dan makmur,” kata Tufel.
Selepas orasi, para hadirin terlihat sangat antusias untuk berdialog bersama Gus Muwafiq. Hingga tak terasa hampir dua jam orasi dan sesi tanya jawab berlangsung yang memaksa panitia harus menghentikan acara.
“Salah satu hadirin berujar bahwa baru kali ini acara dialog keagamaan di kampus dilangsungkan hingga jam sepuluh malam, padahal izin penggunaan ruangan hanya sampai jam sembilan malam,” pungkasnya. (Ahmad Rozali)