Gus Yahya Dorong Jamaah Haji Manfaatkan Keringanan Fiqih Demi Keselamatan Berhaji
Jumat, 7 Juni 2024 | 18:00 WIB
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya saat jumpa pers di kantor PBNU Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya meminta jamaah haji Indonesia memanfaatkan keringanan fiqih saat beribadah demi keselamatan dan kenyamanan bersama.
"Bagi jamaah haji yang sudah di tanah suci, jangan melakukan upaya terlalu berat. Ada banyak keringanan di fiqih yang bisa digunakan," jelas Gus Yahya saat jumpa pers di kantor PBNU Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).
Ia menjelaskan, contoh keringan fiqih yang dimaksud semisal wukuf di Arafah. Wukuf yang bagus dan berpahala besar yaitu mulai setelah dzuhur hingga Maghrib, tapi meskipun hanya sebentar di Arafah, hajinya tetap sah.
"Jadi bagi yang ada gangguan kesehatan, tidak perlu memaksakan diri. Pemerintah Indonesia sudah menyediakan safari wukuf, yaitu tetap di dalam mobil," katanya.
Alasannya sederhana, menurut Gus Yahya, tahun ini Arab Saudi menerima tidak kurang dari 5 juta orang jamaah haji dari seluruh dunia. Karena itu, kata Gus Yahya, jamaah haji perlu memperhatikan keamanan dan kenyamanan di tengah padatnya manusia. Dikhawatirkan bila tetap memaksakan ibadah yang berat-berat, maka akan timbul masalah besar.
Contoh memaksa melakukan yang berat yaitu saat Mabit di Mina dan Mabit di Muzdalifah. Mina areanya tidak bisa diperluas dan daya tampungnya terbatas. "Syuriyah PBNU sudah membuat rumusan agar ibadah haji lebih ringan dan aman," ungkap Gus Yahya.
Katib Syuriyah Nahdlatul Ulama KH Zulfa Mustofa menjelaskan lebih rinci tentang kegiatan di Muzdalifah yang disepakati ulama Nahdlatul Ulama.
Sebelumnya jamaah haji turun di Muzdalifah untuk mengambil kerikil. Pengalaman haji tahun kemarin, ada jamaah yang tidak terangkut hingga besok siang karena kesulitan bolak balik mengangkut jamaah.
Ulama NU memutuskan, apabila jamaah haji naik bus lalu lewat di Muzdalifah, atau berhenti sebentar di Muzdalifah kemudian lanjut ke Mina sudah dihukumi mabit di Muzdalifah jika mengikuti pendapat yang wajib mabit di Muzdalifah. "Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa mabit di Muzdalifah itu sunnah," ujar Kiai Zulfa.
Dikatakan Kiai Zulfa, logikanya kenapa jamaah tidak turun dari bus saat di Muzdalifah? Karena kondisi di lapangan sangat padat. Padahal ketika jamaah hanya lewat/murur di Muzdalifah, tetap sah jika dilakukan setelah tengah malam. "Tidak dikenakan dam atau denda," jelas Kiai Zulfa.
Kiai Zulfa juga menegaskan agar jamaah haji Indonesia tidak memaksakan diri berangkat haji ke Arab Saudi dengan visa ziarah atau bekerja. Karena akan dideportasi dan sanksinya berat.
PBNU sangat menghargai kesepakatan antara negara Indonesia dengan Arab Saudi terkait haji. Para ulama NU memandang taat pada kebijakan negara (umara) yang sah adalah wajib.
"Jamaah haji dianjurkan mengikuti aturan Arab Saudi seperti larangan ikut haji dengan menggunakan visa kerja dan ziarah," tandas Kiai Zulfa.