Nasional

Gus Yahya Tanggapi KH Miftachul Akhyar soal AKN-NU, Peter Berkowitz, hingga Dugaan TPPU 

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:00 WIB

Gus Yahya Tanggapi KH Miftachul Akhyar soal AKN-NU, Peter Berkowitz, hingga Dugaan TPPU 

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online 

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menanggapi pernyataan Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, yang sebelumnya menerbitkan Surat Tabayun, tentang polemik Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN-NU), Peter Berkowitz, hingga dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 


NU Online memperoleh keterangan panjang dari Gus Yahya yang menanggapi Kiai Miftachul Akhyar, pada Selasa (23/12/2025) malam. 


"Dengan segala hormat dan permohonan maaf apabila ada kata-kata yang menyebabkan tidak berkenan, saya perlu menanggapi apa yang disampaikan oleh Rais Aam," kata Gus Yahya. 


Gus Yahya menegaskan, tidak benar bahwa sebelum dimulainya AKN-NU dirinya belum berhasil mendapatkan tambahan narasumber dari Timur Tengah. 


Kala itu, ia sudah memiliki tambahan narasumber yakni Mahmud Killic dari Turki, Direktur Jenderal Pusat Penelitian Sejarah, Seni, dan Budaya Islam (IRCICA), sebuah lembaga kebudayaan di bawah Organisasi Kerjasama Islam (OKI). 


Lalu ada Pemred Surat Kabar Mesir Al Ahram Muhammad Abu Al Fadl, Intelektual Publik dan Penulis Mesir Mustofa Zahran. Lalu ada Syekh Ali Jum'ah yang telah menyatakan bersedia tetapi untuk penjadwalannya menunggu sesudah awal November 2025 karena masih dalam pengawasan dokter. 


"Semua sudah saya laporkan kepada Rais Aam sebelum dimulainya AKN-NU, bahkan sebelum Rapat Gabungan Syuriyah Tanfidziyah yang kemudian memutuskan bahwa AKN-NU dilaksanakan sesuai rencana," kata Gus Yahya. 


Ia juga menanggapi soal narasumber AKN-NU Peter Berkowitz yang diduga terafiliasi dengan gerakan Zionisme. Gus Yahya menegaskan bahwa pandangan Peter Berkowitz yang mendukung Zionisme tidak terdapat dalam informasi publik mengenai profilnya. Ia menyertakan tautan Wikipedia tentang Peter Berkowitz


Gus Yahya mengaku pernah dua kali bertemu dengan Peter Berkowitz. Ia juga menjelaskan berbagai alasan dan pertimbangan untuk mendatangkan Peter Berkowitz. 


"Saya memang bertemu dengannya dua kali, sekitar pertengahan 2021 dan akhir 2023. Saya mempertimbangkannya berdasarkan catatan kariernya di bidang akademik (sebagai profesor hukum di Universitas Stanford) dan di pemerintahan," katanya. 


"Saya telah menyatakan permohonan maaf secara terbuka mengenai ketidaktahuan saya tentang pandangan yang bersangkutan soal Zionisme," tambah Gus Yahya. 


Selanjutnya, Gus Yahya merespons soal Charles Holland Taylor atau Haji Muhammad Kholil, CEO Center for Shared Civilizational Values (CSCV), yang telah bertemu dan bekerja sama dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sejak 2003, kemudian berlanjut ke Gus Mus. 


"Haji Muhammad Kholil bekerja untuk Gus Dur sejak 2003, kemudian mulai 2008 Gus Dur meminta Kiai Mustofa Bisri meneruskan kegiatan-kegiatan internasionalnya dengan didampingi Haji Muh (waktu itu Holland Taylor) dan Hodri Ariev (sekarang Ketua RMI)," kata Gus Yahya. 


Kemudian sejak sejak 2011, Gus Mus melimpahkan aktivitas-aktivitas internasional itu kepada Gus Yahya, tetap dengan dampingan Haji Muh (sapaan Gus Yahya kepada Charles Holland Taylor). 


Gus Yahya menegaskan bahwa Charles Holland Taylor tidak pernah bertindak atau melakukan apa pun kecuali atas permintaan dan/atau persetujuannya. Cara kerja seperti itu juga yang dilakukan Charles Holland Taylor saat mendampingi Gus Dur dan Gus Mus. 


"Maka semua yang dilakukannya yang berhubungan dengan NU sepenuhnya merupakan tanggung jawab saya, sedangkan semua hubungan kerja kelembagaan berikut rangkaiannya dilakukan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan tertulis dengan dokumen-dokumen yang sah secara hukum," jelas Gus Yahya. 


Ia juga mengaku telah menawarkan semua narasumber AKN-NU kepada berbagai lembaga untuk dapat ikut memanfaatkan kehadiran para narasumber itu di Indonesia, termasuk Universitas Indonesia. 


"Kepada UI juga saya tawarkan narasumber-narasumber lainnya tapi yang kebetulan jadwalnya bersesuaian adalah Peter Berkowitz," jelasnya. 


Gus Yahya menanggapi soal tuduhan bahwa Rektor UI merupakan bawahan dari Majelis Wali Amanat UI yang diketuainya. 


"Rektor bukan bawahan MWA dan tidak terikat perintah pribadi Ketua MWA. Saya tidak pernah memberi perintah kepada Rektor melainkan hanya menawarkan sedangkan keputusan sepenuhnya di tangan Rektor," terang Gus Yahya. 


Dalam AKN-NU, kata Gus Yahya, Peter Berkowitz diminta bicara tentang Hak Asasi Manusia Universal dan Demokrasi dan sama sekali tidak menyinggung masalah Palestina-Israel, baik di AKN-NU maupun UI. Rekaman kuliahnya tersimpan rapi dan dapat diperiksa ulang. 


"Di pihak lain, posisi saya dalam membela dan memperjuangkan Palestina dengan cara apa pun yang mungkin di setiap kesempatan, semuanya terdokumentasikan dan tersiar dengan jelas dan terbuka," jelas Gus Yahya. 


"Sedangkan masyarakat luas pun telah semakin memahami duduk masalah terkait insiden Peter Berkowitz, terbukti pembicaraan publik yang bernada negatif mengenai hal itu pun telah pupus," imbuhnya. 


Gus Yahya membantah soal isu pemindahan AKN-NU ke Rembang. Namun yang terjadi adalah mengagendakan pembicara dari Italia dan Mesir yang terlanjur dibelikan tiket, sedangkan AKN-NU sudah dihentikan, untuk menghadiri Haul Masyayikh di Rembang. 


"Saat Rais Aam memerintahkan penghentian AKN-NU, dua orang narasumber, yaitu Imam Yahya Pallavicini dari Italia dan Mustofa Zahran dari Mesir sudah terlanjur dibelikan tiket. Maka agar perjalanan mereka tidak sia-sia, saya atur agar mereka menghadiri Haul di Rembang dan ada sejumlah teman PBNU, baik peserta AKN-NU atau bukan, juga ikut hadir dalam Haul di Rembang itu, seperti pada Haul tahun-tahun sebelumnya," jelas Gus Yahya. 


Ia juga mengaku sudah menjelaskan secara rinci kepada Rais Aam KH Miftachul Akhyar dan kepada Rapat Gabungan Syuriyah-Tanfidziyah mengenai nalar dan tujuan dari kurikulum AKN-NU. 


"Intinya adalah memberikan wawasan kepada peserta mengenai realitas yang akan dihadapi saat memasuki arena percaturan internasional, dan sama sekali tidak ada elemen apa pun yang dapat berdampak indoktrinatif terhadap peserta, apalagi para peserta adalah kader-kader lanjut bahkan sebagian adalah orang-orang ‘alim yang telah sempurna wawasan dan kemantapan aqidahnya terkait Aswaja," terangnya. 


Jawaban atas tuduhan TPPU

Gus Yahya memberikan penjelasan tentang TPPU yang diduga melibatkan Eks Bendum PBNU Mardani Maming. Hal ini telah berulang kali diklarifikasi dan dijelaskan Gus Yahya dalam berbagai kesempatan. 


"Mengenai dana yang oleh Mardani Maming (pada waktu itu bendahara umum) dimasukkan ke dalam rekening PBNU, telah saya jelaskan dengan menyertakan paparan dari ahli hukum bahwa dugaan TPPU dalam hal itu amat sangat lemah, untuk tidak mengatakan mustahil," jelasnya. 


"Lebih mustahil lagi adalah mengaitkan PBNU atau NU, karena sama sekali tidak ada tindakan organisasional kelembagaan (melalui pembuatan keputusan oraganisasi) dalam hal ini. ’Alaa kulli haal, dugaan apa pun mengenai hal ini harus melalui proses pembuktian yang sah sebelum ditetapkan kesimpulan apa pun," imbuhnya. 


Soal menghadap Rais Aam

Gus Yahya juga meluruskan soal peristiwa dirinya yang menghadap atau sowan Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar pada pertengahan November 2025. 


"Tidak benar bahwa Kamis, 13 November 2025, saya menghadap Rais Aam dua jam lebih. Kami hanya berbicara tidak lebih dari setengah jam karena tidak mungkin saya memberi jawaban rinci tanpa data," kata Gus Yahya. 


Melalui pesan singkat WhatsApp, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar hanya menyampaikan agar Gus Yahya menghadap sendirian dan bertemu empat mata tanpa memberi tahu topik pembicaraan. Hal itu membuat Gus Yahya datang menghadap tanpa mempersiapkan apa pun. 


"Saya hanya memberikan jawaban umum dan mohon waktu menyiapkan datanya. Ketika saya sampaikan bahwa dalam pertemuan berikutnya saya berharap dapat mengajak Saudara Sumantri Suwarno sebagai pemegang pembukuan keuangan, Rais Aam menolak dan tetap meminta pertemuan empat mata," jelas Gus Yahya.


Lalu pada Senin, 17 November 2025, Gus Yahya menghadap Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dengan membawa penjelasan tertulis tentang keuangan yang disusun oleh Bendahara Sumantri. Selain itu, ia membawa alasan hukum mengenai TPPU yang disusun oleh Wasekjen Abdul Qodir bin Aqil untuk diserahkan kepada Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar. 


"Pertemuan berlangsung hampir dua jam dan saya menjawab semua pertanyaan dari apa yang saya ketahui. Saya pamit karena waktu itu saya belum sempat melaksanakan shalat dhuhur sedangkan waktu sudah menunjukkan jam 14.00 lebih. Saya juga berpikir bahwa Rais Aam membutuhkan waktu untuk mempelajari dokumen-dokumen tertulis yang saya serahkan," jelas Gus Yahya. 


Ia kemudian menunggu panggilan Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar selanjutnya, tapi tidak kunjung diterima panggilan tersebut. 


"Sampai tiba-tiba dilaksanakan Rapat Harian Syuriyah yang berujung dokumen Risalah berisi tuduhan-tuduhan terhadap saya hingga pemberhentian saya dari jabatan Ketua Umum PBNU," kata Gus Yahya. 


Ia kemudian menjelaskan soal data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ia menegaskan tidak akan membocorkan data PPATK. 


"Saya tidak akan mengatakan apa pun karena saya tahu bahwa data PPATK adalah rahasia negara dan membocorkannya kepada pihak yang tidak berhak adalah pidana berat," jelas Gus Yahya. 


Terakhir, Gus Yahya mengaku hanya menginginkan islah atau rekonsiliasi dalam hal kebaikan organisasi, sebagaimana yang ia sampaikan dalam Musyawarah Kubro di Pesantren Lirboyo, pada 21 Desember 2025. Ia enggan memperluas pembicaraan di luar konteks. 


"Saya tidak ingin memperluas pembicaraan di luar apa yang disampaikan oleh Rais Aam. Sebagaimana saya nyatakan di Lirboyo, saya memohon ishlah binaa-an ‘alal haq bukan 'alal bathil. Ishlah yang memulihkan nidham jam’iyah, bukannya merusaknya lebih jauh lagi," pungkas Gus Yahya.