Halaqoh adalah tradisi diskusi yang dilakukan masyarakat pesantren, yang pesertanya duduk membentuk lingkaran. Halaqah sendiri memang bermakna “lingkaran”.
<>
Mulanya seorang guru yang dipandang mumpuni mengajar para murid dalam sebuah tempat, biasanya di masjid atau serambi, dengan dilingkari para murid sehingga kemudian disebut halaqah.
Dalam bahasa Arab, sebutan ini menggunakan tasydid 'lam' sehingga dikatakan hallaqah, yang jamaknya adalah halqun dan halaqat. Sementara dalam bahasa Indonesia sehari-hari disebut halaqah, tanpa tasydid 'lam'.
Tradisi halaqah ini sebenarnya bersumber dari Nabi Muhammad. Dicontohkan ketika melakukan bai`ah `Aqabah Kanjeng Nabi duduk dikelilingi oleh para muslim awal dari Madinah (Yatsrib).
Tradisi tersebut kemudian berkembang sebagai pengajaran di masjid-masjid di dunia Islam awal, dengan pengajarnya adalah para sahabat yang dikirim Nabi Muhammad. Para tabi`in meneruskan tradisi ini di masjid-masjid, sehingga dikenal Halaqah Imam Hasan al-Bashri, Halaqah Imam asy-Syafi`i, dan lain-lain.
Tradisi halaqah juga pernah terkenal di Haramain (Mekah dan Madinah) pada abad ke-19 sehingga para syaikh dan guru besar mumpuni di kalangan Islam, dikenal memiliki halaqah di sana dengan sejumlah para murid, di antaranya Syaikh Mahfudz at-Tirmasi, Syaikh Alwi al-Maliki, dan lain-lain.
Meneruskan tradisi ini, para pendiri NU setelah pulang dari Haramaian, di tempat masing-masing membuat halaqah pengajian dan pengajaran dengan diikuti murid-murid tertentu, yang kemudian berkembang menjadi pesantren.
Dalam perkembangannya, halaqah kemudian digunakan untuk menyebut tradisi diskusi, perdebatan, dan pembahasan topik-topik tertentu di kalangan pesantren, meskipun pesertanya bukan antara guru dan murid; dan tidak melulu berbentuk lingkaran. Dari perkembangan ini, berbagai bentuk diskusi yang dilakukan oleh masyarakat pesantren disebut dengan halaqah, baik yang berbentuk lingkaran atau tidak.
Meski begitu, halaqah kadang dinamakan dengan nama khusus bila berkaitan dengan momen tertentu. Misalnya, halaqah yang dilakukan dalam Muktamar, Munas, dan Konbes NU, disebut dengan Bahtsul Masa`il, yang berarti pembahasan terhadap masalah-masalah yang dianggap penting. Dari sudut ini, halaqah dalam konteks tertentu, bisa dinamakan dengan nama lain, seperti Bahtsul Masa’il itu. (Sumber:Ensiklopedi NU)