Pringsewu, NU Online
Membanggakan diri sendiri merupakan sifat yang dilarang oleh Allah swt. Hal ini telah ditegaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Qashash: 76 yang artinya: "Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri."
Penyakit hati membanggakan diri sendiri ini bisa hadir pada diri setiap individu. Terlebih mereka yang memang memiliki kelebihan dibanding orang lain. Bisa itu kelebihan harta, ilmu, jabatan dan pengikut. Kelebihan inilah yang jika tidak hati-hati dikelola akan mendatangkan sikap bangga dan gampang meremehkan orang lain.
"Termasuk para ulama, pejabat, orang hebat bisa terkena penyakit ini," tegas Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pringsewu, Lampung KH Sujadi dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an, Selasa (21/2/2023).
Pengasuh Pesantren Nurul Ummah Pagelaran ini memaparkan di antara dampak penyakit membanggakan diri yang menjangkiti ulama yakni tidak mau menambah ilmu karena merasa sudah mengetahui semuanya. Padahal, menurut Abah Sujadi, sapaan karibnya, seorang ulama harus terus menambah wawasan keilmuannya dengan berbagai cara.
"Bisa berdiskusi, bertanya kepada yang lebih memahami, dan termasuk kepada orang biasa yang tidak tahu untuk mencari fenomena-fenomena yang dihadapi umat," ungkapnya.
Karena diri merasa paling pintar dan paling hebat, maka semangat untuk terus mencari ilmu sebagai kewajiban dari lahir sampai dengan mati tidak dilakukan.
Baca Juga
Macam-macam Penyakit Hati dan Badan
Sementara jika penyakit membanggakan diri menghampiri pejabat, maka di antara cirinya adalah senang dengan sanjungan yang diberikan orang lain. Ketika sudah senang dengan pujian, maka kritikan dan masukan bukan ditanggapi sebagai hal yang positif bahkan sebaliknya ia tidak berkenan dan menganggapnya sebagai sebuah perlawanan.
Selanjutnya jika orang hebat terdampak penyakit membanggakan diri maka ia akan memandang dirinya yang paling kuat dan orang lain kecil di hadapannya. Maka dalam hatinya akan bercokol kalimat "Siapa yang berani dengan saya?"
Membanggakan diri ini atau yang sering diidentikkan dengan istilah ujub ini merupakan penyakit yang harus dihindari oleh setiap orang. Dilansir NU Online, ada Lima Jurus Imam Al-Ghazali agar Terhindar dari Ujub, yaitu:
- Bila yang disebut orang lain itu anak kecil maka sadarlah bahwa ia belum pernah bermaksiat kepada Allah, sementara dirimu yang lebih tua sebaliknya. Tak diragukan lagi, anak kecil itu lebih baik dari dirimu
- Bila orang lain itu lebih tua, beranggapanlah bahwa ia beribadah kepada Allah lebih dulu ketimbang dirimu, sehingga tentu orang tersebut lebih baik dari dirimu
- Bila orang lain itu berilmu, beranggapanlah bahwa ia telah menerima anugerah yang tidak engkau peroleh, menjangkau apa yang belum kau capai, mengetahui apa yang tidak engkau ketahui. Jika sudah begini, bagiamana mungkin kau sepadan dengan dirinya, apalagi lebih unggul?
- Bila orang lain itu bodoh, beranggapanlah bahwa kalaupun bermaksiat orang bodoh berbuat atas dasar kebodohannya, sementara dirimu berbuat maksiat justru dengan bekal ilmu. Ini yang menjadi alasan atau dasar (hujjah) pada pengadilan di akhirat kelak
- Bila orang lain itu kafir, beranggapanlah bahwa kondisi akhir hayat seseorang tidak ada yang tahu. Bisa jadi orang kafir itu di kemudian hari masuk Islam lalu meninggal dunia dengan amalan terbaik (husnul khatimah). Jika demikian, ia keluar dari dosa-dosa masa lalu sebagaimana keluarnya sehelai rambut dari adonan roti, mudah sekali. Sementara dirimu? Bisa jadi Allah sesatkan dirimu di ujung kehidupan, berubah haluan menjadi kafir, lalu menutup usiamu dengan amal terburuk (suul khâtimah).
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan