Jakarta, NU Online
Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar menghelat halaqah ulama-rakyat bertema “Tabayyun Konstitusi” di Jakarta, Senin (28/11) sore. Secara khusus ia menyampaikan terima kasih kepada ratusan ulama dari berbagai daerah yang telah menyempatkan hadir di forum tersebut.
“Halaqah ini adalah upaya kita mencermati keadaan sekaligus mencari solusi bagi persoalan bangsa. Apalagi dalam satu dekade terakhir ini banyak perubahan di seluruh sendi kehidupan di Tanah Air,” ujar Cak Imin pada upacara pembukaan halaqah.
Aneka pergolakan tersebut, tambahnya, butuh masukan para kiai dan ulama panutan rakyat. Contohnya adalah soal demokrasi. “Kami perlu melaporkan bahwa demokrasi sejak 1998 yang dimotori Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU waktu itu memimpin Forum Demokrasi. Dari situ lahirlah berbagai perkembangan yang menggembirakan,” ujarnya bangga.
Menurut Cak Imin, sapaan akrabnya, jika tidak ada demokrasi tentu sudah sekali kalangan santri bisa masuk ranah politik kenegaraan. “Kalau tidak ada demokrasi, susah sekali seperti sahabat saya Hanif Dhakiri yang lulusan pesantren dan STAIN Solo bisa jadi menteri,” selorohnya.
Keponakan Gus Dur ini lalu mencontohkan berkat demokrasi juga pihaknya mampu mengantarkan salah satu kadernya, Chusnuniya Chalim, Bupati Lampung Timur. “Ia terpilih dengan ongkos sangat murah. Inilah berkah demokrasi,” papar Cak Imin.
Meski demikian, tambahnya, sisi negatif demokrasi juga ia rasakan. “Masa depan suram demokrasi kita adalah negeri kita bakal hanya dikendalikan para pemilik modal. Jadi, ada yang cerah dan suram dari demokrasi itu sendiri. Kemarin salah satu Ketua DPW PKB cerita, calon karena semua suara dibeli. Habis suara. Nah, ini konstitusi kita yang bermasalah atau rakyat kita yang mata duitan,” sergahnya.
Masukan ulama
Atas sengkarut persoalan tersebut, Cak Imin minta pendapat para ulama. “Kalau memang pilihannya amandemen UUD, ya kita amandemen. Nanti kita pengaruhi presiden dan para ketua fraksi agar mau amandemen. Forum ini bebas untuk dicari solusi bersama. Nanti hasilnya kita sampaikan ke DPR, MPR, dan presiden,” tandasnya.
Beberapa kali Cak Imin menyampaikan secara khusus kepada Presiden Jokowi, bahwa umat Islam Indonesia mayoritas Ahlussunnah wal Jamaah. “Saya bilang ke beliau, ini harus diperhatikan secara khusus. Sebab, mereka adalah mayoritas yang diam (silent mayority),” ungkapnya.
Ia berharap, setelah halaqah ini akan semakin serius kita memperhatikan masalah bangsa. “Pendidikan politik harus ditelaah lagi, misalnya. Kalau soal pilihan saja sudah dijual, maka ke depan negeri ini makin memprihatinkan,” kata dia.
Cak Imin juga menyoroti perkembangan dunia media sosial. Anak-anak muda kita di kota juga di sebagian desa kini terkoneksi dengan dunia maya. Mereka bahkan sudah berdiskusi jauh dengan tetangga di dunia maya sehingga tidak sempat lagi bertetangga di dunia nyata. “Anak saya sendiri sampai-sampai nggak sempat menyapa tetangga karena merasa telah memiliki tetangga di dunia maya,” ungkapnya.
Halaqoh ini, kata Cak Imin, sebenarnya sudah lama digagas untuk mengurai berbagai persoalan bangsa. Di antara persoalan serius yang dihadapi adalah berkembangnya gerakan Islam garis keras yang marak di berbagai penjuru Indonesia.
Cak Imin lalu mencoba menengok ke belakang, saat NU berjaya ketika dipimpin Gus Dur. “NU untungnya punya Gus Dur. Dengan berbagai inovasi besarnya NU kembali berjaya tak kalah dengan gerakan keislaman di kampus seperti di masjid UI, ITB, dan Unair,” ujarnya.
Tampilnya para ustadz di televisi juga menjadi perhatian Cak Imin. Ia menyebut salah satu keberhasilan aksi 411 juga berkat pengaruh para ustadz televisi tersebut. “Sayangnya, ulama kita yang alim-alim ini tidak mau tampil di TV. Minimal rekamannya. Saya harap lima tahun ke depan, yang ngisi di televisi para ulama yang benar-benar alim,” harapnya.
Sejumlah materi yang akan dibahas selama dua hari dalam halaqoh antara lain menimbang kembali relevansi GBHN, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Narkotika dan Psikotropika, RUU Larangan Minuman Beralkohol (LMB), RUU Perubahan tentang Pemberantasan Terorisme. Selain itu, turut dibahas soal full day school terkait RUU Pendidikan Madrasah dan Pondok Pesantren. (Musthofa Asrori/Mukafi Niam)