Jakarta, NU Online
Umat Islam, khususnya warga Nahdliyin harus bisa mensinergikan kecerdasan spiritual dan kecerdasan ekonomi. Dua model kecerdasan tersebut sesungguhnya bukan kutub yang berseberangan sehingga layak untuk dipertentangkan. Dua model kecerdasan tersebut sesungguhnya bisa berjalan beriringan tanpa harus menegasikan satu dengan lainnya.
Pemahaman yang sudah jamak beredar di kalangan umat Islam, terutama di warga NU, kecerdasan ekonomi yang out putnya berarti kekayaan dan kemakmuran adalah antitesa dari kecerdasan spiritual yang berarti kesederhanaan dalam arti yang lebih dekat dengan kemiskinan. Pemahaman seperti itu sepenuhnya tidak bisa dibenarkan.
Pernyataan tersebut diutarakan Sekjen PBNU HA. Helmy Faishal Zaini di sela-sela diskusi pemantapan persiapan grand launching Kartanu yang akan dihelat di halaman kantor PBNU pada Senin (27/6) mendatang.
Pria kelahiran Cirebon tersebut berpendapat, praktik model pengambangan ekonomi selama ini rata-rata hanya difokuskan untuk pertumbuhan dan pemerataan semata. Pengembangan ekonomi sering memisahkan aspek spiritual. Hal inilah yang menjadi sumber utama dari lahirnya pendapat yang mengatakan antara kecerdasan spiritual dan kecerdasan ekonomi tidak ada hubungannya sama sekali.
“Faktanya hari ini kita berhadapan dengan stigma bahwa Islam mengajarkan kesederhanaan yang sesungguhnya makna yang dimaksud adalah justru lebih mengarah pada kemiskinan. Persoalannya adalah kita lupa bahwa kesederhaan itu sama sekali tidak sama dengan kemiskinan. Kemiskinan itu keadaan hidup sementara kesederhanaan adalah cara hidup,” jelas Helmy.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa Islam sangat mendorong warganya untuk bekerja keras dalam arti berdaya secara ekonomi. Menyitir sebuah Hadis, Pria yang karib disapa Kang Helmy tersebut mengatakan bahwa Islam sangat mendorong pemeluknya untuk semaksimal mampu berdaya di bidang perekonomian.
Hal tersebut senafas dengan hadis asyaddunnas adzaban yaumal qiyamati almakhfil albathil yang memiliki arti sisksaan paling berat pada hari kiamat, adalah bagi orang yang hanya mau dicukupi orang lain dan hidup menganggur. Bahkan lebih jauh Al-Qur’an, jelas Helmy, menganjurkan umat muslim untuk bekerja keras dan sungguh-sungguh. Salah satunya sebagaimana sebuah ayat yang berarti "apabila kamu telah selesai menunaikan shalat jumat, maka menyebarlah untuk mencari rizki Tuhan".
“Melihat diktum serta ajaran-ajaran yang ada, tidak ada satu literatur pun yang mengajarkan kepada kita untuk hidup tidak berdaya. Oleh karena itu umat Islam, khususnya warga Nahdliyin harus memiliki dua kecerdasan itu, kecerdasan spiritual dan kecerdasan ekonomi,” pungkas Helmy.(Fariz Alniezar)