Jakarta, NU Online
Sistem demokrasi yang sedang berjalan tidak berdampak secara signifikan bagi perbaikan kehidupan bersama karena institusi dan pilar-pilar demokrasi “dibajak” oleh kekuatan oligarkis, yang dulu dilahirkan oleh rezim Orde Baru.<>
Demikian disampaikan Mh. Nurul Huda, aktivis muda NU, dalam diskusi politik bertajuk “Struktur Kekuasaan dan Penguatan Politik Rakyat” yang diselenggarakan oleh FKGMNU di aula PBNU, Jl Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Jum’at (12/12).
Menurut Nurul Huda, sejak masa Orde Baru dan masih berlangsung hingga pasca saat ini, Indonesia dikuasai oleh kekuatan oligarkis yang terdiri dari orang-orang terkaya di republik dan dengan modal kekayaan yang dimiliki, mereka menggandeng para elit politik untuk mengamankan dominasi ekonomi-politik mereka.
“Mereka masih bertahan saat Soeharto terguling dan lalu secara cerdik mampu menyesuaikan diri dengan aturan main baru di alam reformasi,” katanya.
Para penguasa negeri ini, katanya, berkarakteristik transnasional karena pada mereka punya koneksi dengan elit oligarkis pada level global. Mereka bukan hanya menguasai sumber-sumber ekonomi.
“Mereka tidak hanya menguasai sektor tambang, pengelolaan hutan, dan perbankan tetapi juga arena politik dan media-massa,” kata Nurul Huda sambil merinci beberaa orang yang disebutnya sebagai kekuatan oligarkis itu.
Pembiacara lainnya dalam diskusi FKGMNU itu antara lain Muhammad Nuruddin (Aliansi Petani Indonesia), Agnes Sri Purbasari (Sosen FIB UI), dan Ahmad Heryawan (Gubernur Jabar).
FKGMNU merupakan kepanjangan dari Forum Komunikasi Generasi Muda Nahdlatul Ulama. Kordinator Nasional FKGMNU Amsar Dulmanan dalam kesempatan itu mengatakan, kaum muda NU memandang perlu melaksanakan kajian dan introspeksi atas perubahan politik Indonesia saat ini, sehingga menjadi kekuatan kontrol atas penyalahgunaan kekuasaan yang terkanalisasikan pada intsitusi politik yang ada.
“Kekuatan civil society berfungsi sebagai penyeimbang dan pengotrol kekuasaan pemerintah atau kekuatan politik negara, karena negara telah dipergunakan sebagai alat kekuasaan dari kepentingan-kepentingan politik pada jaringan atau korporatisme kekuasaan rezim yang menguasainya,” katanya. (A. Khoirul Anam)