Pimpinan Pusat (PP) Fatayat Nahdlatul Ulama sukses menggelar Konfererensi Besar (Konbes) ke-16 di Ambon, Provinsi Maluku. Konbes diikuti perwakilan dari 34 wilayah dan sejumlah perwakilan tingkat cabang. Kongres menghasilkan sejumlah rekomendasi. Pada bidang politik, Fatayat NU mengajak seluruh masyarakat Indonesia terutama perempuan untuk menjadi agen perdamaian. Fatayat NU menghimbau masyarakat untuk menerapkan demokrasi sehat.
“Di tahun politik semua hal bisa terjadi termasuk ancaman perpecahan. Maka perempuan sangat berpotensi untuk mampu meredam konflik dengan cara yang baik,” kata Ketua Umum PP Fatayat NU, Anggia Ermarini di penutupan Kongres, halaman Islamic Center Ambon, Ahad (29/4) malam.
Ia kembali menegaskan Fatayat NU tidak antipolitik. Perempuan Indonesia yang memiliki potensi untuk ikut berpartisipasi dalam kancah politik. Masalah ketertinggalan perempuan di ranah politik dan kebijakan publik masih minim. Jika perempuan potensial terjun di dalamnya, risiko masalah anak dan perempuan di negeri ini dapat lebih diminimalisir.
Keterlibatan dalam politik, juga hendaknya diwujudkan menjadi pemilih yang baik dalam pemilu. Kewaspadaan terhadap penyebaran hoaks dan ujaran kebencian jelang pemilu harus dimiliki oleh kader Fatayat.
Dalam hal ekonomi, Fatayat NU mendorong berbagai pihak dan kementerian terkait untuk lebih memperhatikan peluang bagi perempuan. Aturan dan kebijakan yang diproduksi seharusnya ramah perempuan dan anak. Termasuk peluang bisnis, pemerintah harus membuka akses yang lebih mudah bagi perempuan.
Dalam bidang advokasi dan hukum, Fatayat NU mengajak seluruh perempuan untuk lebih sensitif terhadap ancaman kekerasan seksual dan fisik, tidak hanya yang menimpa dirinya sendiri tetapi juga anak-anak.
Angka kekerasan terhadap ibu dan anak setiap tahun terus meningkat. Fatayat NU mendorong pemerintah baik legislatif, eksekutif, kepolisian, dan seluruh pihak agar lebih serius dalam penanganan kasus ini.
Fatayat mengajak seluruh organisasi perempuan untuk terus memperjuangkan masalah kawin anak. “Indonesia masih menempati urutan kedua di Asia Tenggara dengan jumlah kawin usia anak terbesar,” ujar Anggia.
Pada masalah kesehatan, Fatayat NU serius menangani kasus gizi dan tumbuh kembang anak. Sampai saat ini Fatayat NU aktif terlibat dalam upaya pencegahan stunting. Berbagai program dan kerja sama dilakukan agar dapat terus mengampanyekan gerakan cegah stunting, demi menjaga kualitas generasi penerus bangsa ini.
Selain itu, fenomena penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia terus meningkat. Ini terjadi salah satunya karena rendahnya kesadaran masyarakat akan upaya pencegahan dini. Termasuk ancaman kanker serviks yang menjadi ancaman serius perempuan Indonesia.
Oleh karena itu, Fatayat NU mendorong seluruh perempuan Indonesia untuk gerakan sadar sehat. Di samping itu pemerintah dan pihak terkait menjadi kunci penting dalam menjaga kekuatan bangsa melalui kondisi masyarakatnya yang sehat.
"Dari segala aspek di atas, hal utama yang dibutuhkan adalah kerja sama lintas sektor, kerja keras semua pihak termasuk organisasi perempuan," jelas Anggia.
Gerakan pemberdayaan perempuan dari Timur Indonesia dalam agenda Konbes Fatayat NU juga menghasilkan rekomendasi internal yang terinspirasi dari sumber daya perempuan Maluku. Salah satunya pentingnya membangun wawasan perempuan tentang literasi digital.
Potensi perempuan akan lebih maksimal apabila ditunjang oleh pemahaman mereka tentang teknologi. Perempuan harus memiliki kemampuan untuk memasarkan hasil produk, menggali wawasan dan bisa memberdayakan perempuan lain.
"Rekomendasi internal untuk literasi digital adalah, kami akan mengupayakan terbentuknya Fatayat TV sebagai media untuk bisa mengakomodir dan mengeksplorasi potensi perempuan lebih maksimal," tegas Anggia.
Penutupan Konbes Fatayat NU ke-16 diisi dengan pesta rakyat dan parade budaya di pesisir pantai area Islamic Center Ambon. Wakil Wali Kota Ambon Syarif Hadler menutup Konbes dengan penabuhan tifa. Turut hadir Mustasyar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Maluku Said Assegaf. (Kendi Setiawan/Muiz)