Sekretaris Jenderal Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) M. Kholid Syeirazi . (Foto: Tangkapan layar Youtube)
Jakarta, NU Online
Memasuki bonus demografi, jumlah usia produktif akan mendominasi penduduk Indonesia. NU sebagai ormas terbesar di negeri ini memiliki peran besar dalam mengisi ruang tersebut. Hanya saja, NU belum memiliki kapasitas SDM yang memadai. Hal ini ditandai dengan masih minimnya kompetensi warga NU sendiri yang sesuai dengan dunia industri sekarang.
“Memang sudah ada jutaan sarjana dari warga NU, tetapi fokusnya masih sosial, humaniora, dan agama. Padahal NU masih butuh sarjana yang background-nya sains dan teknologi (saintek),” papar Sekretaris Jenderal Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) M. Kholid Syeirazi dalam Muktamar Talk Sesi ke-2 yang disiarkan oleh YouTube TV9 News, Kamis (16/12/2021).
Dia menilai bahwa kehadiran para sarjana dengan latar belakang saintek sangat penting dalam menciptakan kemajuan ekonomi. Sebab, ekonomi ke depan bukan digerakkan oleh eksploitasi sumber daya alam, tapi dari inovasi-inovasi teknologi. “Ini hanya bisa diperoleh dari SDM unggul yang punya skill dan keterampilan,” imbuhnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, literasi digital di lingkungan NU juga harus diperkuat lagi. Menurutnya, dengan literasi digital yang mapan, warga NU bisa melakukan berbagai kegiatan dengan lebih maksimal. Termasuk dalam aktivitas dakwah yang akan lebih efisien jika dikelola dengan bekal keterampilan teknologi yang matang.
“NU harus lebih melek di dunia maya. Tanpa kompetensi tersebut, dakwah NU tidak akan berlangsung ekspansif di luar segmen-segmen tradisional,” tegas Kholid.
Dia menyayangkan dengan masih adanya warga NU yang belum matang dalam penguasaan literasi digital. Dari seluruh Muslim yang ada di seluruh Indonesia, sebanyak 39 persen terafiliasi dalam NU. Tapi warga NU yang melek digital belum mencapai 10 persen. Meski begitu, ia optimis bahwa ini semua memerlukan proses dan tinggal menunggu waktu saja.
“Pada akhirnya semua akan going digital,” ujarnya optimis.
Kholid juga mendorong warga NU untuk terus melakukan inovasi sesuai tuntutan zamannya, khususnya dalam ranah industri. Hal ini sebagaimana prinsip ormas tersebut yang berbunyi, al muhafadzatu ‘alal qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah (memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik).
Acuan kompetensi digital
Pada kesempatan tersebut, Wakil Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Miftakhul Aziz menyampaikan bahwa ada tiga hal yang menjadi acuan dalam kompetensi digital, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja.
“Kompetensi bukan berbicara apakah orang itu pintar atau tidak pintar, apakah orang itu terampil atau buka terampil, apakah orang itu punya akhlak bekerja atau tidak. Tetapi integrasi dari tiga hal: pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja,” jelas Aziz.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika seseorang sudah memiliki kompetensi, maka akan melahirkan produktivitas. Jika produktivitas sudah terbentuk, maka akan berpengaruh pada daya saing, pertumbuhan, dan kesejahteraan.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Muhammad Faizin