Jakarta, NU Online
Ketua Komisi X DPR RI H Syaiful Huda menekankan bahwa pendidikan tidak bisa menjadi nomor dua dari sekian persoalan bangsa.
"Isu pendidikan tidak bisa dinomorduakan oleh negara. Bergerak sama pada makom yang sama," ujarnya saat mengisi Zoominar Organisasi Pelajar yang digelar oleh Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU) pada Jumat (15/5).
Hal itu mengingat banyak persoalan pendidikan Indonesia yang sebetulnya menjadi penopang kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Pertama, soal bonus demografi Indonesia, di mana penduduk dengan usia produktif lebih banyak ketimbang lainnya. Ia khawatir hal ini menjadi malapetaka bukan anugerah. Kekhawatiran itu muncul setelah melihat hasil riset UNICEF yang menyebut bahwa Indonesia mengalami kemunduran pendidikan seperti generasi 1990-an akibat Covid-19 ini.
Pasalnya, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) hanya berjalan pada 30 persen sekolah. Sebesar 65 persen di antaranya tidak bisa menyelenggarakan PJJ 65 persen. Sisanya yang berjumlah 5 persen tidak menjalankan PJJ dan tidak menjalankan tatap muka. "Bonus demografi harus sungguh-sungguh kita manage dengan baik," kata dia.
Dalam kesempatan tersebut, ia mengajak organisasi pelajar untuk fokus mengikuti konsep Merdeka Belajar yang menjadi penawaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Maju Nadiem Makarim.
"Saya mengajak teman-teman konsen betul untuk mengikuti konsep merdeka belajar karena desain pendidikan kita di masa yang akan datang hampir pasti ditentukan sepenuhnya oleh road map merdeka belajar," ujarnya.
Konsep Merdek Belajar ini belum sepenuhnya disepakati dan diketuk palu sebagai bagian dari dokumen negara. Karenanya, organisasi pelajar di sini diminta berperan untuk turut memberi andil dalam memberikan masukan bagi kemajuan pendidikan melalui konsep tersebut mengingat kepastiannya menjadi sebuah konsep pendidikan masa depan.
"Minta masukan dari teman-teman karena masih pada posisi konsep belum dilaunching sebagai dokumen negara," katanya.
Terlebih saat ini, para pelajar telah memasuki abad 21 yang penuh tantangan baru. Hal itu diperparah dengan fasilitas pendidikan yang belum memadai. Menurutnya, ada lebih dari 250 ribu sekolah yang rusak parah dan ringan. Namun, negara hanya mampu merevitalisasi 15 ribu sampai 20 ribu sekolah saja pertahunnya.
Oleh karena itu, ia mengajak para pemimpin orgsanisasi pelajar itu juga untuk mengawasi hal tersebut mengingat besaran dana pendidikan mencapai 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang setara dengan 508 Trilyun Rupiah. "Saya ingin teman-teman kompak bareng-bareng untuk mengadvokasi soal politik budget ini," ujarnya.
Oleh karena itu, ia ingin mengundang para pengurus organisasi pelajar untuk duduk bersama membahas solusi penyelesaian atas sekian banyak persoalan pendidikan tersebut.
"Saya akan undang teman-teman organisasi untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) karena teman-teman yang punya hak harus dapat afirmasi politik pendidikan. Karena teman-teman yang punya negara," pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan