Jombang, NU Online
Film jejak 2 ulama yang menceritakan kisah hidup dua tokoh besar Nahdlatul Ulama (NU) KH M Hasyim Asyari dan Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan mulai diputar di berbagai daerah di Indonesia.
Salah satunya yaitu di Pondok Pesantren Tebuireng tepatnya di gedung Yusuf Hasyim lantai tiga. Pemutaran pertama dilakukan pada Ahad (16/2) malam. Sesi pertama ini khusus bagi pemain film dan kru saja.
Kemudian pemutaran kedua dilanjutkan Senin (17/2) yang dibuka untuk anggota Tebuireng media grup. Berlanjut pada malamnya bagi para santri putra Tebuireng. Selasanya dibuka untuk santri putri.
"Film ini juga dibuka untuk umum pada tanggal 20-22 Februari 2020 pada pukul 19.00-21.30 WIB. Khusus Jumat dibuka juga pukul 13.30 WIB dengan harga tiket Rp18.000. Narahubung Ajieb 0823 1171 5050," kata salah satu pemain film jejak langkah 2 ulama Denta Fatwa, Selasa (18/2).
Khusus untuk seluruh sekolah di bawah naungan Yayasan Hasyim Asy'ari, mendapatkan fasilitas gratis nonton film Jejak Langkah 2 ulama. Tujuannya dalam rangka memahami perbedaan dan menjunjung persamaan.
Ia menyebutkan dalam film ini banyak memuat fakta baru yang jarang diketahui oleh masyarakat luas, sehingga harus menonton langsung.
Beberapa hal yang mungkin tak banyak dibahas oleh orang seperti keinginan KH Ahmad Dahlan ingin mengajar di Budi Utomo.
"Kiai Dahlan datang sekolah Budi Utomo untuk mengajar di sana. Dan diberikan mapel Budi Pekerti. Serta gabung ke Organisasi Budi Oetomo. Meskipun muridnya bukan Islam semua," jelasnya.
Hal lain yaitu KH Ahmad Dahlan juga pernah mengisi kajian di Serikat Islam (SI), pesertanya antara lain Soekarno. Pimpinan SI bahkan menawarkan Kiai Dahlan untuk gabung dengan Serikat Islam. Namun Kiai Dahlan mengatakan bahwa dirinya mendukung SI dari luar saja.
Fakta lain yaitu kepergian Kiai Dahlan yang kedua ke tanah suci juga atas perintah Kraton Yogyakarta untuk belajar lagi. Kiai Dahlan diminta supaya bisa mencari solusi bagaimana menguatkan Islam pribumi yang mulai dikekangi oleh Belanda.
Selain itu, dalam film ini ditampilkan bahwa Kiai Hasyim Asya'ari pernah didatangi seorang tamu dari Yogyakarta yang meminta fatwa tentang isu Kiai Dahlan sesat.
Adegan ini ditampilkan diawal film, Mbah Hasyim dengan tegas mendukung Kiai Dahlan. Meskipun diduga sesat, karena menyuruh perempuan sekolah dan mengubah arah kiblat masjid Gede Yogyakarta. Hingga berujung pada penghancuran langgar tempat ia mengajar ngaji.
"Kedua tokoh ini punya titik temu pada hal sama-sama ingin mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia. Sejak kecil Mbah Hasyim sudah kritis dengan penjajah. Ia mengkritik pemaksaan oleh penjajah untuk menanam tebu. Pemaksaan kerja bagi orang sakit," bebernya.
Titik temu selanjutnya berada pada jalan dakwah yang sama. Keduanya sepakat membuka forum ilmiah untuk masyarakat pribumi. Kiai Hasyim dengan gayanya mendirikan surau dan membuka kajian kitab kuning dan tata cara ibadah. Sedangkan Kiai Ahmad Dahlan membuka sekolah gratis di Kauman.
Kiai Dahlan berpesan kepada muridnya yang perempuan untuk menuntut ilmu. Bahkan setiap sore di langgar kidoel ada jam khusus perempuan. Ia mendirikan sekolah untuk pribumi yang perempuan. Kebijakan ini membuat ia dimusuhi orang banyak.
Begitu juga dengan Kiai Hasyim, Belanda membayar orang untuk membakar dan membunuh Kiai Hasyim. Bermula dari fitnah pencurian tebu, para suruhan pabrik mendemo Pesantren Tebuireng hingga terjadi pembakaran.
Keberadaan Pesantren Tebuireng dirasakan tidak sesuai dengan budaya yang dibangun oleh Belanda. Belanda membujuk Kiai Hasyim dengan memberikan penghargaan, bayaran, dan kedudukan tinggi di pemerintahan Belanda. Namun, Kiai Hasyim menolak.
Dakwah Kiai Hasyim bermula saat melihat di sekitar pabrik sudah banyak masyarakat main judi, main perempuan, dan mabuk-mabukan. Sehingga Kiai Hasyim ingin mengajar di sekitar sana.
"Saat Kiai Hasyim mulai diganggu dakwahnya. Lalu meminta santrinya datang ke Cirebon untuk meminta guru kanuragan. Ini hubungan yang erat," tandasnya.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin