Ketua Umum PP IPPNU, Nurul Hidayatul Ummah saat foto bersama di acara pembukaan Konfercab XX IPPNU Kabupaten Sumenep, (10/1). (Foto: NU Online/Sulaiman)
Sumenep, NU Online
Dengan perkembangan teknologi yang semakin merajalela ini, wajib hukumnya diiringi dengan kesadaran diri dalam hal pemanfaatannya. Apalagi tidak dapat pungkiri hadirnya segala kemudahan juga bersama dengan kemudharatan.
Kader muda Nahdlatul Ulama (NU) harus bisa memanfaatkan kemajuan teknologi dengan baik, seperti keberadaan sosial media. Jangan biarkan media sosial dikuasai oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, sehingga isinya hanyalah umpatan, makian, dan hal-hal yang jauh dari ajaran Islam yang rahmatal lil’alamin.
“Kader IPPNU harus aktif di sosial media dengan membangun opini positif dan menyebarkan hal positif,” pesan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Nurul Hidayatul Ummah saat memberi sambutan dalam Konfercab XX IPPNU Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, (10/1), di Gedung SKD Batuan, Sumenep.
Nurul –sapaan akrabnya-- juga meminta kader NU untuk menggunakan sosial media dengan bijak. Jangan sampai media sosial dijadikan panggung untuk merendahkan orang lain. Bagaimanapun, dalam ber-media sosial harus menjaga etika, sehingga ada bedanya antara kader NU dan bukan.
“Gunakan sosial media sebagai tempat adu gagasan guna menyatukan persepsi. Jangan jadikan sebagai tempat saling hujat, mengejek satu sama lain atau merendahkan sesama manusia," tegas perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di University of Leicester, United Kingdom itu.
Perempuan kelahiran Lamongan, 25 November 1991 itu juga menyinggung pentingnya kaderisasi dalam sebuah organisasi. Nurul menyebutkan beberapa hal penting yang harus dilakukan dalam kaderisasi.
"Hal penting itu adalah inovasi dan kolaborasi dalam menciptakan generasi yang unggul, mampu bersaing dan kompeten," tambahnya.
Hal itu dirasa sangat penting dilakukan, karena tahun 2030 Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Kondisi di mana suatu wilayah memiliki jumlah penduduk usia produktif, usia 15-64 tahun, lebih banyak dibandingkan dengan usia tidak produktif, diatas 65 tahun. Kondisi ini tidak terjadi secara terus menerus melainkan hanya terjadi sekali dan tidak bertahan lama.
"Era ini sangat dibutuhkan kader yang memang berkompeten. Jika tidak, kita dengan sendirinya hanya menjadi penonton dalam setiap perkembangan yang terjadi. Kita harus ambil bagian menjadi pengendali," pungkas Nurul.
Kontributor: Sulaiman
Editor: Aryudi AR