Jakarta, NU Online
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Amien Suyitno mengakui tantangan pendidikan inklusi masih sangat besar, terutama belum adanya Pendidikan Profesi Guru (PPG) khusus untuk guru inklusif. Namun ia menambahkan bahwa saat ini terdapat 1.853 madrasah inklusi dengan 5.300 siswa inklusif.
“Problem kami adalah guru-gurunya, gurunya belum ada PPG yang khusus untuk inklusi,” ujarnya dalam Acara Talkshow Pendidikan Inklusif dan Parenting Berbasis Cinta di Auditorium Kemenag, Jakarta, Senin (24/11/2025).
Suyitno mengatakan bahwa Indonesia memiliki 16,5 juta penyandang disabilitas atau sekitar 6 persen, sementara secara global jumlahnya mencapai 16 persen.
Baca Juga
PPG Jembatan bagi Guru Peroleh Tunjangan
“Di data internasional memang ada problem yang serius mengenai disabilitas, tidak semua lembaga pendidikan care dengan itu,” katanya.
Ia mengatakan bahwa dalam pendidikan inklusif, guru membutuhkan keterampilan dan kesabaran luar biasa.
“Mengurusi anak yang tidak berkebutuhan khusus saja tidak mudah apalagi mengurusi anak yang berkebutuhan khusus karena butuh kesabaran, ketelatenan yang luar biasa,” ujarnya.
Sementara itu, Penasehat Dharma Wanita Persatuan Kemenag, Helmi Nasaruddin Umar, menyebutkan tujuh tips pendidikan inklusi berbasis cinta bagi guru.
Ia menekankan pentingnya menerima keunikan anak sebagai tantangan, bukan kekurangan; menyesuaikan pembelajaran dengan kapasitas individu; mengajar dengan kasih; menyediakan ruang aman bagi anak yang mudah overstimulasi; mengutamakan empati; mengajak anak terlibat agar merasa dibutuhkan; serta menggandeng orang tua dengan pendekatan humanis.
“Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus kadang mereka merasa sendiri, masih ada guru yang ingin membantu tetapi itu tidak cukup dibekali pemahaman tentang kebutuhan dalam pembelajaran,” ujar Helmi.
“Setiap anak berkebutuhan khusus berhak diterima tanpa syarat dan memperoleh kesempatan setara dan sama, tidak boleh ada diskriminasi di dalamnya,” lanjutnya.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rofah menyampaikan bahwa pendidikan inklusi hanya bisa berjalan apabila guru dan orang tua saling bekerja sama.
“Guru tidak bisa sendirian, orang tua juga tidak bisa sendirian,” ujarnya.
Guru, kata Prof Rofah, berperan mengarahkan proses pembelajaran, membentuk karakter, dan menciptakan lingkungan yang kondusif. Sementara orang tua menjadi pendamping utama yang memahami keunikan anak dan menjembatani komunikasi antara rumah dan sekolah.
“Keduanya memiliki peran yang unik namun saling melengkapi dalam membentuk anak berkebutuhan khusus memandang masa depan yang Tangguh dan siap menghadapi segala rintangan,” ucapnya.