Nasional

Kemenko PMK: 37 Persen Anak Indonesia Kekurangan Hak Dasar Pendidikan

Jumat, 21 November 2025 | 09:00 WIB

Kemenko PMK: 37 Persen Anak Indonesia Kekurangan Hak Dasar Pendidikan

Diskusi Festival Hari Anak 2025 yang bertanjuk Aksi Kolaboratif Dalam Rangka Pemenuhan Hak Anak Menuju Indonesia Emas 2045 di Jakarta pada Kamis (20/11/2025). (Foto: NU ONline/Jannah)

Jakarta, NU Online

Deputi Bidang Pembangunan Sumber Daya Manusia (PSDM) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum memaparkan data yang diterima Kemenko PMK pada 2025 bahwa antara kemiskinan umum dan kemiskinan pada kelompok anak sangat signifikan.


“Kita berpacu pada data, contoh anak yang tergolong miskin itu sekitar 11-12 persen masih lebih tinggi dari kemiskinan secara nasional sekarang sekitar 8 atau 9 persen,” ujarnya dalam Diskusi Festival Hari Anak 2025 yang bertajuk Aksi Kolaboratif dalam Rangka Pemenuhan Hak Anak Menuju Indonesia Emas 2045 di Jakarta pada Kamis (20/11/2025).


“Kalau kita lihat 37 persen, kondisi ketika anak mengalami kekurangan dalam berbagai aspek penting kehidupan tidak hanya secara finansial tetapi juga dalam pemenuhan hak-haknya kesehatan, pendidikan, rumah, sanitasi, nutrisi, perlindungan,” lanjut Woro.


Menurutnya, angka tersebut menunjukkan bahwa 4 dari 10 anak Indonesia masih belum terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak, di antaranya hak pendidikan.


Ia menjelaskan bahwa penyebab anak tidak terpenuhi hak pendidikannya sangat beragam.


“Ada anak yang tidak penuhi haknya, kita perlu melihat akar masalahnya, apakah karena faktor ekonomi, lokasi geografis, atau karena sudah bekerja,” jelasnya.


Selain itu, hambatan informasi juga memperburuk keadaan.


“Terkadang juga program-program yang telah disediakan tapi akses informasinya juga terbatas,” katanya.


Sementara itu, Direktur Keluarga, Pengasuhan, Perempuan dan Anak Kementerian PPN/Bappenas Qurrota Ayun mengungkapkan bahwa penting keterlibatan lingkungan terdekat anak, khususnya teman sebaya dalam pendidikannya.


“Anak-anak yang tidak bersekolah ini, ada peran kita semua disini, seperti perlu melakukan penyegaran teman-teman sebaya, apalagi di usia remaja ini yang didengar bukan orang tuanya, bukan gurunya tetapi yang didengar itu temannya,” ujarnya.


Menurutnya, penyadaran mengenai pentingnya pendidikan harus terus disuarakan oleh lingkungan anak, termasuk teman sebaya.


“Ketika ada teman yang tidak bersekolah maka kita memberikan penyadaran kepada mereka, bukan hanya penyadaran tapi kita juga memberikan solusi, harus kemana mereka ketika ingin mengakses pendidikan,” ucapnya.


Qurrota mengajak masyarakat menjadi aktor aktif dalam mengembalikan anak bersekolah.


“Kita sebagai aktor yang aktif, bukan hanya melihat tetapi juga bisa memberikan solusi agar mereka bisa kembali bersekolah dan terpenuhi semua hak-haknya,” katanya.