Nasional

Ketika Gus Dur Puji Gus Sholah

Sabtu, 8 Februari 2020 | 14:00 WIB

Ketika Gus Dur Puji Gus Sholah

Foto Gus Dur dan Gus Sholah. (Foto: waspada.co.id)

Jombang, NU Online
KH M Hasyim Asy'ari dan Mantan Mentri Agama RI KH A Wachid Hasyim meninggalkan dua warisan yang luar biasa bagi Indonesia. Dua warisan tersebut yaitu KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah).
 
Dua orang kakak adik ini punya titik temu dalam membela Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Berkat perjuangnya yang membela rakyat kecil dan kaum minoritas, Gus Dur mendapat julukan Bapak Pluralisme.
 
Tak jauh berbeda, Gus Sholah dalam karier politiknya pernah aktif di Komnas HAM dan menyelidiki beberapa kasus besar di Indonesia. Sejarah mencatat, keduanya berhasil meneruskan perjuangan sang ayah hingga ajal menjemput.
 
Titik temu ini membuat keduanya saling menghormati dan menghargai meskipun berbeda dalam beberapa hal. Kendati begitu, Gus Dur tak sungkan memuji sang adik terutama masalah kerja kerasnya.
 
Hal ini diceritakan oleh Kepala Pustaka Tebuireng Ahmad Faozan. Ia menyebutkan pada suatu waktu Gus Dur diwawancarai oleh seorang jurnalis dengan diberi tema "Jangan Pakai Ukuran Lama". Saat itu Gus Dur ditanya, siapa yang mempengaruhinya dalam hidup? tanya jurnalis Matra. Gus Dur ketika itu menjawab bahwa ibu kandungnya yaitu Nyai Solichahlah yang berjasa membentuk kepribadiannya. 
 
"Kepribadian putra-putri KH Abdul Wachid Hasyim dibentuk oleh Nyai Sholihah. Hal ini dikarenakan KH Wachid meninggal dunia saat usia Gus Dur beranjak 12 tahun. Anak KH Wachid ada yang menjadi insyinyur, dokter, pengusaha, tokoh masyarakat," katanya, Jumat (7/2).
 
Menurut Faozan, saat proses wawancara tersebut Gus Dur sempat memuji Gus Sholah. Saat itu Gus Dur mengatakan jika sang adik bisa menjadi insinyur berkat jasa ibunya.
 
"Sebagai contoh, adik saya, bersekolahnya sampai terhenti. Dia berhenti dulu, kerja dulu. Kemudian setelah ada kesempatan dan ada dananya, sekolah lagi. Sampai tamat jadi insinyur arsitek. Itu berkat petunjuk ibu," kata Faozan menirukan ucapan Gus Dur.
 
Di samping itu, lanjut Faozan, Gus Dur juga menceritakan proses pernikahan Gus Sholah dan nasihat sang ibu untuk adiknya tersebut. Sang ibu menasihati kalau Gus Sholah mau nikah maka dipersilakan. Namun, keluarga tidak akan ikut membiayai lagi kehidupan selanjutnya.
 
Sebab nikah itu berarti mentas, otomatis bukan tanggungan orang tua lagi. Saat itu menurut Gus Dur sang adik nikah sebelum lulus, dan nekat bikin perusahaan.
 
Gus Dur kembali memuji biro arsitek yang dimiliki Gus Sholah, biro tersebut berkembang cukup pesat dan dalam waktu singkat bisa memiliki 85 insinyur. Bahkan omzetnya saat itu sudah sampai 2 miliar. Setelah libur 16 tahun, Gus Sholah nerusin kuliah lagi. Sudah jadi bos, baru dapat gelar insinyur.
 
Dikatakan Faozan, Gus Dur sebagai kakak telah berhasil menjadi inspirasi bagi adik-adiknya. Begitupun dengan adiknya untuk menjadi besar, tidak semata-mata sebatas mengandalkan kakaknya atau kerabatnya yang lain yang sudah besar. Dalam hal inilah bisa jadi, Gus Sholah sebagai adik juga berusaha untuk berjuang keras untuk berhasil menjadi dirinya sendiri. 
 
"Kisah dialog wawancara Gus Dur ini dimuat di Majalah Matra tahun 1987," ujar Faozan.
 
Selama ini dipermukaan umum kakak beradik tersebut dicitra seringkali berbeda pandangan. Dalam buku berjudul, KH. A. Wahid Hasyim dalam Padangan Dua Putranya - Gus Dur dan Gus Sholah, memuat debat kakak beradik di media massa. 
 
Polemik itu berawal dari tulisan Gus Dur tertanggal 8 Oktober 1998 berjudul “A. Wahid Hasyim, Islam dan NU” dimuat di Koran Media Indonesia, tepatnya sepanjang tahun 1998. Sesuai permintaan Yai Sholah, kedua artikel Gus Dur dan Gus Sholah untuk diterbitkan kembali Pustaka Tebuireng pada tahun 2015. 
 
Artikel tersebut sangat mencerahkan. Umat Islam dapat belajar mengenai arti perbedaan dan cara menyikapi perbedaan pendapat dengan santun. Namun, di kalangan pengikutnya seakan tampak kemudian terlihat membelah. Padahal sebenarnya di antara Gus Dur dan Gus Sholah baik-baik saja.
 
Berani berbeda pandangan dan mempertahankan argumentasinya penuh dengan kesantunan sudah diajarkan dengan baik didalam keluarga mereka. Hal ini sudah menjadi hal biasa di kalangan keluarga mereka. Dalam satu urusan terkadang berbeda pandangan, namun dalam hal lainnya mereka guyub rukun.
 
"Ya, Gus Sholah pasti berbeda dengan Gus Dur dan pasti ada titik persamaannya, sama-sama terlahir dari keluarga yang sama, dan menjadi Ibu Nyai Sholihah sebagai inspirasinya," beber Faozan.
 
Pengaruh Nyai Sholihah Wahid Hasyim cukup besar, ia telah berhasil menanamkan pendidikan karakter kepada putra-putrinya di dalam keluarganya. Dalam banyak hal, Nyai Sholihah selalu menjadi sebuah inspirasi bagi anak-anaknya.
 
Gus Dur dan Gus Sholah merupakan tokoh penting di republik Indonesia ini. Perjuangan dan pengabdian mereka kepada agama dan bangsa layak untuk kita petik. 
 
"Meminjam istilah Kiai Ulil Abshar Abdala, "Gus Dur dan Gus Sholah merupakan hadiah dari Hadratussyaikh KH M Hasyim Asyari (kakek Gus Dur) untuk negeri ini," tandas Ahmad Faozan.
 
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin