Jombang, NU Online
Pada dasarnya, Islam menghendaki fair market (pasar yang adil) yang membuat masing-masing pihak bisa melakukan transaksi secara bebas tanpa intervensi dan hegemoni dari pihak manapun. Dalam posisi pasar sempurna seperti ini, negara tidak boleh melakukan intervesi pasar.<>
“Namun, dalam masalah pasar tidak sempurna, di mana pasar mengalami distorsi oleh pihak-pihak tertentu dengan jaringan modal, regulasi dan kekuatan politik yang tidak berpihak dengan mashlahah ‘ammah, Negara wajib melakukan intervensi pasar,” urai Abdul Moqsith Ghazali, anggota Komisi Bahtsul Masail Diniyyah Maudluiyyah.
Ia mengatakan hal itu saat membacakan hasil sidang Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudluiyah tentang pasar bebas pada rapat pleno Muktamar Ke-33 NU dengan agenda pengesahan keputusan hasil sidang-sidang komisi, Rabu (5/8), di alun-alun Jombang, Jawa Timur.
Negara, tambahnya, harus memastikan tidak boleh ada mekanisme pasar yang melakukan ketidakadilan, sehingga mengganggu terpenuhinya hak dasar seseorang, baik yang individual (private goods) maupun yang publik (public goods).
Dalam pandangan Islam, Negara harus memastikan bahwa sumber daya yang ada dikelola untuk sebesar-besarnya memberikan kemakmuran bagi rakyatnya. Negara harus mendistribusikan kekayaan negara secara merata kepada seluruh rakyat, sehingga tidak terjadi konsentrasi perputaran modal diantara mereka yang kaya saja.
“Rakyat harus diberi akses yang sama untuk mengolah sumber daya, memproduksi, mendistribusi, dan mengambil keuntungan dari modal tersebut, asal dilakukan secara fair, adil, dan tidak menimbulkan mafsadah (kerusakan), baik secara mikro ataupun makro,” paparnya. (Mahbib)