Jakarta, NU Online
Musyawarah Nasional Tokoh Antaragama yang digelar Utusan Khusus Presiden untuk Dialog Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) telah ditutup pada Jumat (13/9) malam. Musyawarah tersebut menghadirkan tokoh lintas agama dari berbagai daerah di Indonesia.
Munas yang bertema Membangun Budaya Damai untuk Persatuan Bangsa tersebut dihadiri oleh 250 tokoh agama seluruh Indonesia, dengan perwakilan 6 majelis keagamaan serta utusan peninjau penghayat kepercayaan.
Salah satu pembicara pada acara tersebut adalah Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) M Ali Yusuf, yang akan berbicara tentang sinergitas lintas agama dalam aksi kemanusiaan.
Dalam kesempatan tersebut Ali menyampaikan keterlibatan dan kiprah NU dalam aksi kemanusiaan, LPBINU sebagai pelaksana kebijakan dan program NU dalam bidang Penanggulangan Bencana, Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan, sejauh ini sudah melakukan aksi kemanusiaan melalui program yang bernama NU Peduli, juga menjadi bagian anggota Indonesian Humanitarian Alliance (IHA), dan Humanitarian Forum Indonesia (HFI).
Dia menceritakan bahwa NU Peduli selalu bermitra dan berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti institusi keagamaan, Non-Governmnet Organization (NGO), International Non Governmental Organization (INGO), lembaga usaha dan juga lembaga donor.
"Saat ini NU Peduli masih melaksanakan aksi kemanusiaan di NTB, Sulteng, Banten dan Lampung Selatan serta Sulawesi Utara. Selain itu juga aktif dalam program bantuan kemanusiaan di Bangladesh dan Myanmar melalui Indonesian Humanitarian Alliance (IHA)," kata Ali di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Tak hanya itu, Ali yang baru saja terpilih sebagai ketua umum HFI itu juga menjelaskan bahwa pentingnya kolaborasi lintas iman dalam merespon setiap persoalan kemanusiaan.
Dia menerangkan, bahwa HFI yang didirikan sejak 11 Agustus 2008 tersebut adalah sebuah forum lembaga/organisasi kemanusiaan berbasis keagamaan, dan saat ini HFI memiliki sebanyak 14 anggota. Dengan mandatnya yang meliputi koordinasi, advokasi, peningkatan kapasitas, kemitraan dan jejaring.
"Seluruh anggota HFI berkomitmen untuk membangun saling pengertian antar aktor kemanusiaan, lintas latar belakang, ras, suku, dan agama, juga mengampanyekan norma-norma, prinsip-prinsip dan standar kemanusiaan melalui dialog dan pengembangan kemitraan di semua level," paparnya.
Dia menambahkan, bahwa di tingkat nasional, HFI merupakan bagian dari Humanitarian Country Team (HCT). Sedangkan di tingkat regional, HFI tergabung dalam Asian Disaster Reduction and Response Network (ADRRN) dan Joint Learning Iniative for Faith and Local Communities (JLI-F&LC) di tingkat global.
Beberapa peran yang telah dilakukan oleh HFI dalam mempromosikan dan mendukung kerja sama lintas agama dalam aksi kemanusiaan ialah, penyusunan panduan akuntabilitas pemberian bantuan kemanusiaan, menyusun beberapa dokumen untuk kolaborasi seperti, joint protocol, joint assessment, joint sitrep, dan joint response plan yang melibatkan seluruh anggota. Kemudian, memperkuat koordinasi anggota dalam melaksanakan aksi kemanusiaan, serta melakukan advokasi kebijakan, juga mendukung kolaborasi antar anggota dalam melaksanakan aksi kemanusiaan, dan memfasilitasi penyelesaian beberapa persoalan sensitif dalam pelaksanaan aksi kemanusiaan.
Selain HFI, Ali juga menjelaskan peran penting Indonesian Humanitarian Alliance (IHA) yang merupakan kolaborasi lembaga-lembaga kemanusiaan berbasis keagamaan di Indonesia yang berkomitmen untuk melaksanakan program bantuan kemanusiaan di Myanmar dan Bangladesh.
Sebagai Ketua Pelaksana IHA atau Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM) Ali Yusuf juga menyampaikan manfaat dari sinergitas atau kolaborasi aksi kemanusiaan ialah mempermudah untuk mendapatkan akses, dapat meningkatkan kualitas bantuan untuk mendukung penerima manfaat dapat hidup lebih baik (build back better), juga memaksimalkan bantuan dengan mengurangi gap yang muncul (SDM dan bantuan), dan meningkatkan akuntabilitas aksi kemanusiaan, meningkatkan kapasitas para pelaku aksi kemanusiaan, serta meminimalisir isu-isu sensitif yang kerap muncul.
Kontributor: Anty Husnawati
Editor: Kendi Setiawan