Ketua RMI PBNU Berharap Muktamar NU Perhatikan Transformasi Digital
Kamis, 11 November 2021 | 00:00 WIB
Tangkap layar Ketua Umum Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) KH Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin) saat mengisi webinar 'Pesantren dan Tantangan Global' Rabu (10/11/2021)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) KH Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin) menilai bahwa transformasi digital di kalangan Nahdliyin, terkhusus di lingkungan pesantren, masih menjadi tantangan. Pasalnya, dalam kompetisi digital, saat ini masyarakat Nahdliyin masih banyak yang hanya menjadi pengguna daripada produser.
Berangkat dari persoalan di atas, Gus Rozin sangat berharap di Muktamar ke-34 mendatang, NU memiliki perhatian lebih terhadap transformasi digital.
"Saya masih menggarisbawahi bahwa transformasi digital ini masih menjadi tantangan. Bagaimana kita menjadi pemain, bukan hanya menjadi pengguna. Bahkan beberapa pesantren masih gagap teknologi," ungkap Gus Rozin dalam seminar web Road to Muktamar NU Ke-34 Seri 1, Rabu (10/11/2021) malam.
Dalam webinar yang diselenggarakan oleh NU Online bekerja sama dengan Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) tersebut, ia menilai bahwa pesantren saat ini sudah didominasi oleh para santri generasi Z, sementara tenaga pengajar muda-mudanya adalah generasi milenial. Generasi Z ini memiliki cara pandang tersendiri dan pola pikir yang berbeda dengan generasi-generasi yang lebih mendahuluinya.
Saat RMI, kata Gus Rozin, tengah bekerja sama dengan Amazon Web Service (AWS) untuk mewujudkan transformasi digital di dunia pesantren beberapa waktu lalu, Gus Rozin sendiri sangat menyanyangkan karena masih banyak pesantren yang jauh tertinggal. Butuh proses lama lagi untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
"Ketika kami bekerjasama dengan Amazon Web Service (AWS) dengan mengajak pesantren-pesantren untuk mengenal coding dan cluod computing, itu masih banyak sekali yang masih awam dan membutuhkan proses panjang," kata Gus Rozin dalam webinar bertema Pesantren dan Tantangan Global.
Dengan jumlah generasi Z yang melimpah di pesantren, sebenarnya menjadi peluang besar bagi NU untuk lebih mapan dalam menghadapi bonus demografi. Terlebih dengan jumlah anggota NU yang mencapai 110 juta jiwa. Ini akan sangat menguntungkan bagi kalangan Nahdliyin sendiri nantinya.
Gus Rozin memberi catatan. Untuk melakukan transformasi digital di lingkungan pesantren, harus dilakukan oleh para santri sendiri, bukan oleh orang lain. Hal ini sebagai antisipasi agar kultur pesantren tetap terjaga dengan adanya transformasi digital di lingkungan pesantren.
"Saya kira pesantren harus bertrasformasi. Ketika ber transformasi, kultur pesatren harus tetap bertahan. Oleh karena itu, trasformasi digital juga harus dilakukan oleh orang-orang pesantrennya sendiri,” ujar Gus Rozin.
Rebut otoritas keagamaan
Dalam paparannya, Gus Rozin menjelaskan bahwa pentingnya warga Nahdliyin mampu berkompetisi melakukan transformasi digital adalah untuk merebut otoritas keagamaan dan keulamaan di dunia maya. Ia mengkhawatirkan, jika otoritas ini tidak segera dipegang oleh kalangan Nahdliyin, justru akan jatuh ke tangan yang salah.
“Banyak orang yang mencari solusi keagamaan di dunia maya, baik itu ubudiyah, mu’amalah, yaumiyah, dan wathaniyah. Kalau kita tidak memegang otoritas keagamaan ini, maka akan diambil alih oleh orang lain,” ujar Gus Rozin.
Ia memandang bahwa dengan didominasi santri generasi Z, potensi pesantren untuk memegang otoritas tersebut sangat besar. Mengingat perhatian generasi Z di Indonesia memiliki ketertarikan pada masalah keagamaan yang lebih besar dibanding negara-negara lain. Ditambah dengan kecenderungan genarasi ini yang sangat tertarik dengan dunia digital.
"Memang ada beberapa santri yang sudah mengisi konten-konten di YouTube, tetapi masih sedikit dan perlu mengejar ketertinggalan," pungkas Gus Rozin.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Kendi Setiawan