KH Afifuddin Muhajir Sebut Negara Hanya Sarana Mencapai Tujuan
Sabtu, 12 November 2022 | 22:00 WIB
Wakil Rais ‘Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir saat hadir pada forum R20 di Bali. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Wakil Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir menegaskan bahwa negara bukanlah tujuan. Namun, menjadi sarana untuk mencapai tujuan.
Karena hanya menjadi sarana mencapai tujuan, kata Kiai Afif, maka teks Al-Qur’an dan Hadits tidak banyak ikut campur tentang persoalan seperti harus seperti apa sistem pemerintahan dan bentuk negara dalam Islam.
“Akan tetapi yang digariskan oleh Islam hanya prinsip-prinsip. Kalau prinsip-prinsip itu dilaksanakan, akan terwujudlah apa yang disebut negara Islam atau negara Islami,” ungkapnya dalam Halaqah Fiqih Peradaban Jelang 1 Abad NU bertema Fiqih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru yang diunggah di kanal YouTube NU Online, Sabtu (12/11/2022).
Prinsip-prinsip yang digariskan oleh Islam adalah al-‘adalah (keadilan), al-hurriyyah (kebebasan), al-musawah (kesetaraan), as-syura (permusyawaratan), dan raqabatul ummah (kontrol sosial). Prinsip ini juga bukan hanya dapat diterapkan dalam sistem ketatanegaraan. Akan tetapi, bisa juga untuk hal-hal lain.
Lalu ada pertanyaan apakah umat Islam di dunia harus satu negara atau berada di berbagai negara? Terkait hal ini, Kiai Afif menegaskan tidak akan bisa ditemukan nash (dalil) dalam Al-Qur’an maupun as-Sunnah.
Terkait sistem pemerintahan dalam negara, Kiai Afif menegaskan berbagai sistem, demokrasi misalnya, tidaklah menyangkut dengan hal-hal mengharamkan dan menghalalkan. Demokrasi merupakan hal yang menyangkut keduniaan dan ketatanegaraan yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Sementara hubungan antara negara dan agama, menurut dia, ada tiga teori yakni ada negara agama, negara sekuler, dan negara simbiosis (perpaduan antara insaniyah dan ilahiyah). Negara dan agama, kata Kiai Afif, memiliki hubungan saling membutuhkan.
Kiai Afif menambahkan, permasalahan terkait negara sangat longgar. Sebab, masuk dalam bagian fiqih muamalah. Sementara fiqih muamalah memiliki prinsip dan kaidah yang berbeda dari fiqih ibadah.
Fiqih muamalah memiliki prinsip di antaranya dibangun di atas dasar kemaslahatan-kemaslahatan dan mengandung kelonggaran sepanjang tidak ditemukan dalil yang melarang.
“Persoalan muamalat itu longgar. Bisa kita melakukan berbagai hal menyangkut fiqih muamalat sepanjang tidak ditemukan dalil-dalil yang melarang,” terang Kiai Afif.
Jika ada pertanyaan atau permintaan untuk menghukumi persoalan yang merupakan bagian dari fiqih muamalat, maka menurut Kiai Afif tidak perlu mencari dalil yang membolehkan. Cukup tidak ditemukan dalil yang melarang.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori