KH Ishom: Perlu Rekomendasi atas Kelemahan Kebijakan Ekspor Benih Lobster
Kamis, 23 Juli 2020 | 12:00 WIB
“Kita tidak boleh menjadi budak bangsa lain. Bangsa Indonesia harus mandiri dan bukan hanya slogan saja,” tegasnya.
Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin menanggapi kebijakan berbeda dari dua Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) soal ekspor benih lobster. Menurutnya, keduanya tidak perlu dipertentangkan. Yang diperlukan adalah rekomendasi atas kelemahan dan kekurangan kebijakan yang ada.
Kiai Ishom mengingatkan semua pihak untuk tidak terjebak dengan mempertentangkan kebijakan menteri lama dan baru. Keduanya merupakan sebuah ijtihad (usaha) yang memiliki perspektif berbeda.
Yang perlu dilakukan adalah memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait kekurangan dan kelemahan dari kebijakan-kebijakan yang ada. Semua kebijakan yang diambil pemerintah, lanjutnya, merupakan usaha untuk memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.
“Tasharruful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil maslahah. Kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kesejahteraan rakyat,” ungkapnya mengutip sebuah kaidah fikih terkenal saat berbicara pada Bahtsul Masail Qanuniyyah Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU bertema “Telaah Kebijakan Ekspor Lobster” yang dilakukan secara virtual, Kamis (23/7).
Terkait dengan permasalahan yang menyangkut nasib masyarakat seperti ini, Kiai Ishom mengatakan bahwa sudah seharusnya para ulama NU ikut serta merespons dan memberi solusi terbaik bagi kemaslahatan bersama.
“Kita tidak boleh menjadi budak bangsa lain. Bangsa Indonesia harus mandiri dan bukan hanya slogan saja,” tegasnya.
Senada dengan Kiai Ishom, Ketua PBNU H Robikin Emhas mengatakan, semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terkait dengan lobster ini tentunya sudah mempertimbangkan banyak hal dan melalui kajian intensif dari sisi ekologi dan ekonomi. Namun yang patut dipertanyakan adalah jangka waktu kebijakan pertama dan kedua yang tidak terpaut waktu yang lama.
“Bagaimana dua kebijakan ini memiliki jarak waktu yang tidak lama? Tentunya tidak boleh ada kebijakan yang tidak didasarkan dengan data. Tolok ukurnya pun tidak hanya melihat ada aksi demo atau tidak. Itu terlalu sederhana,” kata Kiai Robikin pada kesempatan yang sama.
Ia berharap kebijakan yang dibuat pemerintah harus mampu terlihat dahulu hasilnya dan mampu dirasakan manfaatnya sebelum diambil kebijakan baru. Kebijakan pun lanjutnya harus melibatkan banyak pihak. Artinya kebijakan tidak boleh diambil dari masukan pihak-pihak tertentu saja.
Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah resmi membuka keran ekspor benih lobster. Dibukanya kembali keran ekspor benih lobster tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Alasan dibukanya keran ekspor lobster ini menurut pemerintah adalah untuk menambah devisa negara dan meningkatkan kesejahteraan para nelayan. Padahal, sebelumnya izin ekspor benih lobster ini sempat menjadi polemik. Masalahnya adalah jika benih lobster terus-terusan diambil dalam skala masif, bukan hanya benih tetapi kepunahan lobster tidak bisa diinterupsi.
Inilah yang menjadi dasar Menteri KKP periode 2014-2019 mengeluarkan Permen tentang larangan ekspor benih lobster yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/Permen-KP/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Ranjungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara Republik Indonesia.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Alhafiz Kurniawan