KH Miftachul Akhyar: Apa yang dalam Hati Diterjemahkan Anggota Badan
Ahad, 20 Agustus 2023 | 17:00 WIB
Jakarta, NU Online
Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar mengungkapkan bahwa niat yang harum, disimpan bagaimanapun akan mengeluarkan aroma harumnya. Karena sejatinya apa yang ada dalam diri manusia, akan diterjemahkan secara lahir melalui anggota badan.
“Apa-apa yang ada di dalam hati akan muncul aura-auranya, tanda-tandanya. Sama dengan orang yang punya niat harum, maka disimpan bagaimanapun akan mengeluarkan aroma harumnya. Karena sejatinya apa yang ada dalam pergerakan kita, itu dari dalam. Anggota dzohir, anggota badan, itu hanya menerjemahkan saja,” ujarnya dalam pertemuan ke-43 Ngaji Kitab Syarah Al-Hikam disiarkan kanal Youtube Multimedia KH Miftachul Akhyar, diakses NU Online, Sabtu (19/8/2023).
Kiai Miftach menjelaskan bahwa Rasulullah pernah menegur sahabat yang ketika sholat melakukan garuk-garuk. Rasulullah kemudian mengingatkan, jika hatinya khusyu, tenang kepada Allah, iman kepada Allah, maka anggota badannya tidak akan melakukan hal-hal seperti itu.
“Itu sebagai bukti bahwa pergerakan dzohir itu ungkapan daripada apa yang dilakukan hati,” tegas Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya, Jawa Timur itu.
Ia mengungkapkan bahwa tanda-tanda dhohir berkaitan dengan hati, bisa ditemukan baik pada orang mukmin maupun orang kafir. Kia Miftcah menerangkan manakala ada orang ketika mereka disebutkan asma Allah, ketauhidan Allah, Allah yang mutlak, dia seperti bingung, ingin tidak mendengarkan, bila perlu telinganya ditutup, matanya ditutup. Itu merupakan tanda apa yang ada dalam hati.
“Nah, seperti itu saking bencinya hati, hati yang sudah keras, melebihi kerasnya baja, sudah nggak ada apapun yang bisa melembutkan. Kalau orang mukmin disebutkan asma Allah, langsung wajahnya cerah, menunjukan kegembiraan. Nah, itu tanda apa yang ada dari dalam hati,” terangnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kerasnya hati lebih bahaya dibandingkan dengan kerasnya batu. Karena batu yang keras masih bisa dilelehkan oleh air, bahkan batu keras yang tidak mengandung air sama sekali jika dibakar masih mengeluarkan air.
“Bahkan kata Al-Quran, batu yang keras yang jatuh dari atas menggelinding ke bawah, itu bentuk takutnya kepada Allah, seperti tanah longsor dan sebagainya. Karena mungkin penghuninya sudah terlalu melakukan perbuatan yang melampaui batas,” tuturnya.
Maka dari itu Kiai Miftach pun mengingatkan bahwa dalam hidup harus waspada dan hati-hati, termasuk dalam mengaji, harus diteliti dengan baik, jangan sampai mengaji kepada orang yang hatinya keras, jangan sampai mengaji kepada sembarang orang.
“Kalau ngaji, cari ilmu, harus diingat carilah dari orang yang telah engkau teliti siapa dia sebenarnya, karena ini urusan agama, penyampaian agama. Jika sembarang orang, ngaji tergesa-gesa, apalagi di situ ada syahwat, maka ilmu akan cemburu, sebab al-ilmu nurun. Jadi, ilmu itu cahaya, maka kalau kalian cari ilmu lihat siapa yang akan engkau dapatkan ilmunya, orangnya hati-hati, nggak sembarangan, taqwa,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa mengaji kepada orang yang melanggar syariat itu bahaya. Sebab bukan ilmu nafi yang didapat, tetapi ilmu dhor, yaitu ilmu dari orang yang berilmu tetapi tidak manfaat.
“Jadi, siapapun kalau melihat saya, kiranya menyalahi syariat, sudah tinggalkan saja. Sebagai pendakwah, kita juga harus hati-hati, tetap cara dakwah kita menarik, simpatik, mengajak, tidak mengejek, menyayangi, tidak menyaingi, membina, tidak menghina, dan seterusnya. Karena semua itu dakwah kita, di sini tugas-tugas sebagai pemakmur bumi ini harus kuat, ijtihadnya harus kuat, mentalnya kuat, otaknya kuat, harus bisa mengeksplore apa-apa yang diamanatkan Allah kepada kita, demi kemaslahatan semuanya,” pungkasnya.
Kontributor: Malik Ibnu Zaman