KH Miftachul Akhyar Jelaskan Arti Penting Tahan Haus dan Lapar saat Puasa
Jumat, 15 Maret 2024 | 20:45 WIB
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar. (Foto: tangkapan layar Youtube Multimedia KH Miftachul Akhyar)
Jakarta, NU Online
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar mengungkapkan, kewajiban berpuasa sejatinya mengajarkan arti tentang kesamaan di antara sesama Muslim. Mereka tanpa terkecuali diwajibkan untuk menahan diri dari makan, minum, dan segala sifat tercela, termasuk sifat berlebih-lebihan mengonsumsi makanan.
"Menahan rasa haus, lapar agar timbul persamaan dengan yang lain. Ada banyak orang di luar sana yang juga tidak makan. Bahkan lebih lama," jelasnya saat mengisi pengajian Syarah Al-Hikam, Jumat (15/3/2024) di Surabaya.
Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya ini kemudian menyoroti tentang kebiasaan sebagian orang yang kadang 'balas dendam' saat waktu berbuka sudah tiba. Apa saja makanan yang ada di depannya jadi incaran.
Padahal, di waktu berbuka bisa menjadi media untuk bisa menguatkan kebiasaan menahan diri. Porsi makan dan minum pada saat berbuka puasa hendaknya sewajarnya saja, tidak berlebihan.
"Bulan puasa itu pengiritan, bukan sebaliknya. Tidak makan dari Subuh sampai Maghrib itu kan pengiritan. Jangan sampai 'balas dendam' saat berbuka. Kalau begitu, pengiritannya bagaimana itu, puasanya bagaimana itu?" ucapnya sembari bertanya.
Puasa di siang hari dengan menahan haus dan lapar hingga terbenamnya matahari, adalah pelajaran penting agar kebiasaan menahan menjadi sifat yang selalu menghiasi orang yang berpuasa laiknya makna dari puasa itu sendiri. "Sifat pada puasa itu harus ada di kita, seperti menahan, sabar, dan seterusnya," katanya.
Kiai Miftach, demikian sapaan akrabnya bersyukur kembali berjumpa dengan Ramadhan di tahun ini. Ia mengajak kepada jamaahnya agar memanfaatkan bulan suci ini dengan sebaik-baiknya. Di samping berpuasa, aneka ibadah sunnah harus juga ditingkatkan. Karena di bulan Ramadhan terdapat banyak keistimewaan yang disediakan Allah swt.
"Bulan Ramadhan ini bulan obral pahala, sampai ibadah sunnah diganjar wajib oleh Allah. Bahkan tidurnya orang yang berpuasa dinilai ibadah. Kenapa begitu? Ya karena Ramadhan. Kita tidak bakal ketemu di bulan-bulan yang lainnya," terangnya.
Mengisi bulan Ramadhan menurutnya harus dengan semangat yang tinggi, mulai dari awal hingga akhir. Karena itu, perlu ada motivasi yang menggerakkan untuk menumbuhkan semangat tersebut. Salah satu caranya adalah dengan menganggap bahwa Ramadhan kali ini adalah yang terakhir.
"Kita anggap puasa tahun ini adalah puasa paling akhir, ini anggapan saja. Maksudnya apa? Agar kita isi dengan semangat dengan kesungguhan. Kalau kita anggap puasa ini adalah yang terakhir, kita bisa mendorong semangat kita mengisi bulan Ramadhan," tutur Kiai Miftach.