Jakarta, NU Online
Peran santri sangat besar dalam rangka membangun semangat perjuangan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tak berhenti di situ, para santri juga berupaya dalam mempertahankannya dan mengisi kemerdekaan.
"Betapa perjuangan dan kontribusi para santri kepada bangsa dan negara sangat besar," kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj dalam pidato kebudayaannya pada Hari Santri 2019 di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (22/10).
Hal demikian didasarkan setidaknya pada empat tokoh yang ia sebut dalam pidatonya, yakni KH Abbas Abdul Jamil, Pangeran Diponegoro, Ki Hajar Dewantara, dan Habib Husein Muthahar.
Kiai Abbas berperan penting dalam rangka mempertahankan kemerdekaan yang diraih pada 17 Agustus 1945. Sosok yang disebut oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari sebagai Singa dari Jawa Barat itu menjadi alasan ditundanya pertempuran yang semula dijadwalkan pada 9 November 1945 menjadi 10 November 1945.
"Semula Bung Tomo berencana untuk melakukan penyerbuan kepada Belanda pada tanggal 9 November. Namun, Kiai Hasyim Asy’ari meminta untuk menundanya. Alasannya, karena Kiai Abbas Abdul Jamil yang dikenal sebagai Singa dari Jawa Barat belum sampai ke Surabaya," jelasnya.
Kiai Said juga menyebut yang bernama Abdul Hamid, yakni Pangeran Diponegoro. Menurutnya, pahlawan Perang Jawa 1825-1830 itu merupakan santri tulen yang mondok pertama kali kepada KH Hasan Besar Tegalsari, Jetis, Ponorogo, juga berguru kepada KH Taftazani Kertosono, dan mengaji kitab Tafsir Jalalain kepada KH Muhammad Ngadiwongso, Salaman, Magelang.
Sosok Mursyid Tarekat Syatariyah itu, cerita Kiai Said, juga menulis kitab Fathul Qarib, salah satu kitab fiqih, dengan tangannya sendiri dan menjadi salah satu peninggalannya. "Bahkan, jika kita pergi ke Magelang dan melihat kamar Pangeran Diponegoro di eks-Karesidenan Kedu, kita dapat menemukan tiga peninggalan Pangeran Diponegoro, Al-Qur’an; tasbih; dan kitab Fathul Qarib,” jelasnya.
Santri juga, lanjutnya, berperan penting dalam membangun pondasi kebangsaan dan pendidikan Indonesia. Adalah Suwardi Suryaningrat, tokoh yang meletakkan dasar tersebut. Tokoh yang dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara itu sempat mondok dan belajar al-Qur’an kepada Kiai Sulaiman Zainuddin Kalasan, Prambanan.
Tak hanya itu, lagu Syukur juga merupakan ciptaan santri keturunan Rasulullah saw. yang berasal dari Semarang, yakni Habib Husein Muthahar. “Tak hanya menciptakan lagi, Habib Husein juga merupakan Bapak Paskibraka. Dialah yang memiliki ide bahwa pengibaran bendera Merah Putih dilakukan ileh para pemuda berasal dari berbagai daerah,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan itu.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan