Kemajuan teknologi saat ini tidak hanya menjangkiti masyarakat perkotaan, namun digitalisasi juga telah menjadi life style masyarakat perdesaan. Hal ini juga didukung adanya kemudahan akses teknologi perbankan salah satunya, yang menyentuh sampai pedesaan.
Cara bertransaksi secara konvensional dengan datang ke kantor langsung mulai ditinggalkan, semuanya dapat dilakukan via online baik melalui mobile banking, internet banking, ATM maupun swalayan yang menyediakan pembayaran.
Kemudahan cara bertransaksi ini tentu harus diimbangi dengan pelayanan yang aman, sehingga nasabah merasa aman dalam bertransaksi. Misalnya Pertengahan Maret 2018 lalu, diberitakan tiga kantor BRI Wilayah Kediri bagian selatan yaitu BRI Unit Ngadiluwih, BRI Unit Purwokerto, dan BRI Unit Kras menjadi incaran penjahat melalui teknik skimming. Banyak nasabah kehilangan uang hingga jutaan rupiah dan mengetahuinya setelah mendapat sms singkat berisi laporan debet, sementara mereka tidak merasa bertransaksi atau mengambil uang tunai. Atas kejadian ini, mereka melaporkannya kepada pihak Bank BRI.
Seperti yang diungkap dalam penelitian Ana Fadhilah dalam Jurnal At-Tamwil yang berjudul ATM Crime: Pengaruh Reputasi Bank dan Penanganan Masalah terhadap Loyalitas Nasabah dengan Kepuasan sebagai Variabel Moderating pada Bank BRI Kediri Bagian Selatan-Jawa Timur Pasca Kasus Skimming ATM, bahwa kepuasan nasabah dapat digunakan sebagai yang memperkuat loyalitas nasabah.
Dan, reputasi bank, penanganan masalah akan semakin kuat pengaruhnya terhadap loyalitas nasabah dengan kepuasannya dengan syarat kualitas dan pelayanan serta fasilitas terbaik yang diberikan oleh bank BRI. Artinya, pengaruh reputasi bank dan penanganan masalah terhadap loyalitas nasabah dapat dijalankan dengan baik oleh pihak Bank karena nasabah merasakan tingkat kepuasan yang tinggi dengan kinerja, pelayanan, informasi dan fasilitas yang diberikan oleh bank BRI secara profesional.
Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ningtyas dan Rahmad (2011) pada Bank Muamalat Surabaya, mengungkapkan bahwa loyalitas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan penjualan dalam perusahaan. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesetiaan (loyalitas) yaitu komitmen, komunikasi.
Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa loyalitas nasabah merupakan salah satu elemen kunci yang menentukan implementasi konsep pemasaran perbankan. Loyalitas nasabah sering dikaitkan dengan perilaku penggunaan kembali jasa perbankan. Loyalitas nasabah tidak terbentuk secara instan tetapi melalui beberapa tahapan proses.
Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan berkat dukungan bantuan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Dit PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI tahun anggaran 2018, ini menyarankan perusahaan jasa perbankan harus jeli agar dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan nasabah yang berbeda-beda dari setiap tahap tersebut agar terbentuk loyalitas nasabah. Apabila nasabah sudah setia dan percaya pada suatu perusahaan atau bank, maka ia akan menjadi loyal dan tak peduli dengan harga ataupun biaya yang ditetapkan bank.
Salah satu faktor yang berpotensi dalam menghasilkan keuntungan dari nasabah yang bertahan lama (loyal) adalah mereka tidak begitu sensitif terhadap harga ataupun biaya. Hal tersebut dikarenakan, loyalitas adalah karakter psikologis yang terbentuk dari kepuasan nasabah serta ikatan emosional yang terbentuk dari kualitas pelayanan.
Banyaknya jumlah ATM apa pun jenis penerbitnya, sebut peneliti, juga bisa berdampak negatif memberikan peluang lebih bagi penjahat. Apalagi menurut peneliti, jika posisi mesin di tempat yang cenderung sepi, jauh dari kantornya atau bahkan tidak dilengkapi dengan CCTV memadai. Mesin ATM menjadi sasaran empuk bagi para penjahat karena menyediakan akses langsung ke mata uang. Terdapat juga sejumlah data informasi nasabah yang dapat digunakan melancarkan aksi mereka, tentunya setelah kartu ATM dan PIN sudah diketahui.
Namun, peluang kejahatan ini tentu tidak mungkin tidak dapat diantisipasi dan ditangani dengan baik oleh bank. Kejahatan siber (cyber crime) yang mengacu pada aksi kejahatan dengan teknik komputerisasi atau digitalisasi tentu bisa dihindari dengan tingkat pelayanan yang aman dan pengetahuan nasabah tentang pencegahan kejahatan skimming ATM ini secara verbal maupun non verbal.
Penulis: Rifatuz Zuhro
Editor: Kendi Setiawan