Komnas Haji Sebut Subsidi Tambal Sulam Biaya Haji Adopsi Skema Ponzi, Ini Penjelasannya
Kamis, 16 Februari 2023 | 17:30 WIB
Skema ponzi menguntungkan jamaah haji yang lebih dahulu berangkat dan mengancam nasib jamaah yang mengantre karena tidak mendapatkan subsidi. (Foto Ilustrasi: NU Online/Freepik)
Jakarta, NU Online
Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, mengatakan subsidi dan tambal sulam yang dilakukan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam rapat panja biaya haji 2023 mengadopsi skema ponzi atau ponzi scheme. Cara skema ini bekerja adalah dengan memberangkatkan terlebih dahulu jamaah haji dari uang jamaah yang masih menunggu antrean.
Penerapan skema tersebut baginya menguntungkan jamaah haji yang lebih dahulu berangkat, sementara mereka yang puluhan tahun mengantre nasibnya terancam karena tidak mendapatkan subsidi.
“Sebab, dananya sudah dikuras dan terpakai lebih dahulu apalagi ada bayang-bayang ancaman inflasi, krisis global, liberalisasi kebijakan haji dan kenaikan pajak di Arab Saudi dan sebagainya,” ungkap dia dalam keterangannya kepada NU Online, Kamis (16/2/2023).
Ia melanjutkan, keberlangsungan nilai manfaat dana haji bakal terancam habis atau setidaknya hanya mampu bertahan sampai 2026 atau 2027 sebagaimana yang disimulasikan pihak Badan Pengelola keuangan Haji (BPKH) yang dipaparkan di depan Komisi VIII DPR RI.
“Di mana keuangan haji di BPKH bisa kolaps hanya beberapa tahun ke depan karena skema investasi yang didapat selama ini hanya tidak bergerak di kisaran 6 hingga 7,5 persen per tahun. Tapi DPR justru tetap memilih melanggengkan dan mempertahankan skema ponzi,” ucap dia.
Seharusnya, kata dia, DPR dan para pemangku kebijakan belajar pada praktik skema ponzi yang pernah digunakan dalam sistem keuangan beberapa travel umrah bermasalah seperti First Travel dan Abu Tour.
Sistem subsidi antarjamaah tidak bertahan lama yang berujung pada tumbangnya perusahaan lantaran tidak mampu memberikan subsidi memberangkatkan jamaah.
“Akhirnya mereka tumbang dan ratusan ribu jamaahnya menjerit karena gagal berangkat. Pada akhirya, pimpinan travel tersebut dihukum masuk bui sampai puluhan tahun. Pengelolaan dana haji tidak boleh seperti itu,” kata Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta itu.
Mustolih menilai, DPR seharusnya menggunakan konsep BPIH 70 persen biaya dipikul jamaah dan 30 persen pembiayaan dari nilai manfaat yang diusulkan Kemenag. Konsep itu dinilai ideal, berimbang, berkeadilan, dan proporsional untuk melindungi hak haji tunggu dan keberlanjutan dana haji.
“Hal ini sebenarnya juga diakui oleh Ketua Panja Komisi VIII sehingga dana haji memiliki napas panjang, tetapi sayangnya Komisi VIII mengambil jalan pintas untuk menyenangkan jamaah haji yang berangkat,” katanya.
Padahal, sambung dia, kebijakan ini akan menjadi bom waktu yang dalam beberapa tahun ke depan cepat atau lambat akan meledak sehingga akan merepotkan dan merugikan semua pihak khususnya 5,2 juta jamaah haji tunggu.
“Skema ponzi dana haji harus segera diakhiri dan dijauhkan dari politisasi!” tegas dia.
Ditinjau dari data BPKH sejak efektif dibentuk tahun 2017, Mustolih mengatakan bahwa skema ponzi memang tidak terhindarkan. Berikut rinciannya:
- Tahun 2018, nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp5,7 triliun, pembagian kepada jamaah haji tunggu Rp777,3 milyar, sedangkan subsidi kepada jamaah haji tahun berjalan menguras dana sebesar Rp6,54 triliun.
- Tahun 2019, nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp7,36 triliun, pembagian kepada jamaah haji tunggu Rp1,08 triliun, sedangkan subsidi kepada jamaah haji tahun berjalan menggerus dana sebesar Rp6,81 triliun.
- Tahun 2020, nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp7,43 triliun, pembagian kepada jamaah haji tunggu Rp2 triliun, sedangkan subsidi kepada jamaah haji tahun berjalan 0 karena tidak ada pemberangkatan haji akibat Covid-19.
- Tahun 2021, nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp10,52 T triliun, pembagian kepada jamaah haji tunggu Rp2,5 triliun, sedangkan subsidi kepada jamaah haji tahun berjalan 0 karena tidak ada pemberangkatan haji akibat Covid-19.
- Tahun 2022, nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp10,8 T triliun, pembagian kepada jamaah haji tunggu Rp2,06 triliun, sedangkan subsidi kepada jamaah haji tahun berjalan menggelontorkan dana Rp.5,47 triliun. Padahal, kuota haji regular ketika itu hanya 92.825 orang dari total kuota resmi 100.051 dari Arab Saudi.
- Sisa cadangan nilai manfaat di BPKH lebih kurang hanya ada Rp. 15 triliun
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin