Nasional

Lafal Niat Shalat Ghaib dan Doanya untuk Korban Bencana

Ahad, 30 November 2025 | 18:00 WIB

Lafal Niat Shalat Ghaib dan Doanya untuk Korban Bencana

Ilustrasi shalat ghaib untuk korban bencana. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Seiring meningkatnya jumlah korban bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, PBNU mengimbau umat Islam untuk melaksanakan shalat ghaib sebagai bentuk dukungan spiritual dan solidaritas. 


Dalam buku Perukunan Melayu, Syekh M Arsyad Banjar menyebut lafal niat shalat ghaib yang ditujukan untuk jenazah Islam secara umum.


أُصَلِّيْ عَلَى مَنْ مَاتَ اليَوْمَ وَغُسِّلَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ لِلهِ تَعَالَى


Ushalli ‘alā man mātal yauma wa ghussila minal muslimīna arba‘a takbīrātin fardha kifāyatin lillāhi ta‘ālā


“Aku menyengaja sembahyang para jenazah umat Islam yang wafat dan dimandikan hari ini empat takbir fardhu kifayah karena Allah SWT,” kata Ustadz Alhafiz Kurniawan dalam artikel berjudul Ini Lafal Niat Shalat Ghaib atas Jenazah Massal dikutip Ahad (30/11/2025).


Lalu shalat ghaib yang diperuntukkan kepada korban bencana alam secara kolektif maka cakupannya bisa disesuaikan. Hal ini sebagaimana ustadz Ahmad Dirgahayu Hidayat yang mengumpamakan satu desa tertimpa bencana alam.


أُصَلِّي عَلَى جَمِيعِ مَوْتَى قَرْيَةِ كَذَا الْغَائِبِينَ الْمُسْلِمِينَ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ إِمَامَا/مَأْمُومًا لِلّٰهِ تَعَالَى


Ushallî ‘alâ jamî’i mautâ qaryati kadzâl ghaibînal muslimîna arba’a takbîrâtin fardhal kifayâti imâman/ma’mûman lillâhi ta’âlâ.


“Saya menyalati seluruh umat muslim yang jadi korban  di desa ‘...’ (sebutkan nama desanya) yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.” terangnya dalam artikel berjudul Tata Cara Shalat Ghaib: Niat, Syarat, dan Rukunnya.


Ia pun menegaskan, bila seseorang kesulitan mengganti atau menghafalkan teks arabnya maka diperbolehkan dengan terjemahan berbahasa Indonesia atau bahasa ibu.


Ustadz yang menamatkan studinya di Ma'had Aly Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo itu mengemukakan bahwa rukun shalat ghaib tidak berbeda dengan shalat jenazah pada umumnya. Keduanya memiliki tujuh rukun yang harus dilakukan.


Tujuh rukun itu yakni berniat, berdiri bagi yang mampu, membaca empat takbir, membaca surah al-Fatihah setalah takbir pertama, shalawat Nabi usai takbir kedua, doa, dan salam setelah takbir keempat.


Adapun doa yang dibaca untuk jenazah setelah takbir ketiga, terdapat riwayat dari 'Auf bin Malik sebagai berikut.


اللهم اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَاعْفُ عَنْهُمْ وَعَافِهِمْ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُمْْ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُمْ وَاغْسِلْهُمْ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ وَبَرَدٍ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُمْ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِمْ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِمْ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِمْ، وَقِهِمْ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ


Allahummagfir lahû warhamhum wa’fu ‘anhû wa’âfihim wa akrim nuzulahum wa wassi’ madkhalahum waaghsilhum bi mâ‘in wa tsaljin wa baradin wa naqqihim minal khathâyâ kamâ yunaqqast tsaubul abyadhu minad danas wa abdilhum dâran khairan min diyârihîm wa ahlan khairan min ahlihîm wa zaujan khairan min zaujihîm waqihîm fitnatal qabri wa ‘adzâbin nâr.


Artinya, “Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah mereka, maafkanlah dan berilah mereka keafiatan (nasib ukhrawi yang baik), muliakanlah tempatnya, lapangkanlah jalurnya, basuhlah mereka dengan air surgawi yang sejuk nan segar, bersihkanlah merekaa dari noda-noda kesalahan laiknya baju putih yang kembali mengkilap setelah dibersihkan dari kotoran dan noda, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih indah, keluarga dan pasangan yang lebih baik, lindungilah mereka dari fitnah kubur dan siksa neraka.”


Ia menyebut, selepas takbir terakhir dianjurkan untuk membaca doa Allâhumma lâ tahrimnâ ajrohû walâ taftinnâ ba’dahû wagfir lana walahu .