Lakpesdam NU: Penyusunan Kebijakan Perlu Dengar Suara Publik
Rabu, 3 Maret 2021 | 04:15 WIB
Ketua Lakpesdam PBNU H Rumadi Ahmad mengatakan bahwa setiap perumusan kebijakan publik, terutama hal-hal sensitif yang potensial kontroversial, membutuhkan mendengar suara publik. (Foto: dok NU Online)
Jakarta, NU Online
Presiden Joko Widodo mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021 terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman beralkohol. Hal itu dikarenakan banyaknya masukan dari berbagai kalangan, khususnya tokoh agama.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo dalam mencabut Perpres tersebut karena mendengar masukan dari berbagai kalangan.
"Presiden Joko Widodo benar-benar mendengarkan suara publik dan ingin mengehentikan pro kontra. Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siroj memberi masukan dan didengar Presiden," ujar Rumadi Ahmad, Ketua Lakpesdam PBNU, melalui siaran pers pada Selasa (2/3).
Menurutnya, peristiwa ini menjadi pembelajaran yang baik untuk ke depannya, bahwa setiap perumusan kebijakan publik, terutama hal-hal sensitif yang potensial kontroversial, membutuhkan mendengar suara publik.
"Hal ini perlu dilakukan dalam proses penyusunan, bukan ketika regulasi sudah sahkan," ujar dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Persoalan minuman beralkohol memang cukup krusial. Kita tidak bisa menutup mata bahwa minol sekarang ini sudah menjadi industri yang mendatangkan devisa negara. Angka impor dan ekspor minuman beralkohol selama ini sudah terjadi dengan devisa trilyunan rupiah. Produksi minol illegal beredar di mana-mana.
Oleh karena itu, Rumadi mengungkapkan bahwa hal tersebut perlu diatur di masa nanti dengan kepala dingin. "Di sisi lain, kita dikenal sebagai bangsa yang religius. Ke depan, kita perlu mengatur persoalan ini dengan tenang dan kepala dingin," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo telah mencabut lampiran Perpres mengenai investasi industri minuman keras. Keputusan tersebut diambil setelah Jokowi menerima masukan dari berbagai pihak, khususnya dari para ulama di Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas lainnya.
"Bersama ini, saya sampaikan, saya putuskan, lampiran perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," ujar Presiden Jokowi saat memberikan keterangan pres Presiden Republik Indonesia melalui Youtube Sekretariat Presiden pada Selasa (2/3).
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan