Mahinum, secara luas dikenal dengan marhabaan, diambil dari kata marhaban dalam kitab Barjanzi. Dalam komuintas Islam Sunda, Mahinum adalah kenduri 40 harilahirnya seorang bayi. Di dalam kaum Islam Modernis, tradisi Mahinum tidak dikenal, bahkan dihukumi Bid'ah,karena tidak pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW.
<>
Dalam jamuan mahinum ada angeun (sayuran khas) bernama pahinum. Pahinum terbuat dari bahan-bahan yang terdiri dari buah cariu, umbut pohon aren atau kelapa, dicampur dengan biji-bijian seperti jagung dan kacang-kacangan, karena itulah kendurinya disebut mahinum.
Pahinum sebetulnya diperuntukkan ibu yang habis bersalin. Tapi juga dihidangkan untuk peserta kenduri. Makanan tersebut bermanfaat untuk mengobati organ kandungan; supaya letak dan susunannya tidak berubah selepas melahirkan; melancarkan peredaran darah; supaya cepat bugar kembali.
Kenduri mahinum diadakan dengan membacakan kitab Barjanzi. Di beberapa tempat di Jawa Barat, misalnya di Ciamis, pada kenduri tersebut biasa menggelar kesenian beluk. Beluk adalah seni tutur yang diperagakan, setidaknya empat orang yang dibantu tukang ngilo atau juru ilo.
Dalam pertunjukan beluk dibacakan naskah wawacan. Wawacan adalah dangding yang disajikan dalam bentuk pupuh berjumlah 17, yaitu asmarandana, balakbak, dandanggula, durma, gambuh, gurisa, juru demung, kinanti, ladrang, lambang, magatru, maskumambang, mijil, pangkur, pucung, sinom, dan wirangrong.
Beluk dibacakan dengan intonasi tinggi serta enak didengar. Seni tutur ini, merupakan ciri khas masyarakat agraris yang kini langka dipertunjukan. (Abdullah Alawi)