Nasional

Manado, Kota Plural Penuh Kedamaian

Sabtu, 11 November 2017 | 04:58 WIB

Manado, Kota Plural Penuh Kedamaian

ilustrasi (ist)

Manado, NU Online
Serombongan anak-anak TK berseragam pada Jum’at pagi bertepatan dengan pada hari Pahlawan, berpawai menyusuri jalan yang padat di kota Manado. Dilihat dari atribut yang dipakai, mereka berasal dari sekolah Islam yang sedang memperingati hari yang memperingati perjuangan yang dilakukan arek-arek Suroboyo ketika melawan Inggris yang menduduki Surabaya. Ibu-ibu yang mengantar mereka sebagian besar mengenakan jilbab, menegaskan identitas kemuslimannya. 

Manado merupakan kota dengan penduduk yang mayoritas beragama non-Muslim. Tapi eksistensi Muslim juga tampak dalam kehidupan publik. Sabtu (11/11) pagi di mana, sejumlah ruas utama jalanan di Manado ditutup untuk hari bebas kendaraan bermotor, sejumlah perempuan berjilbab ikut senam pagi, berbaur dengan perempuan lainnya yang kemungkinan besar memiliki keyakinan beragam. Semuanya hidup dalam toleransi dan kedamaian. Di bagian lain wilayah tersebut, sekelompok remaja sedang bermain futsal di jalan juga yang ditutup. Di salah satu sisi jalan tersebut, terdapat sebuah masjid yang sedang diperluas. 

Dalam masyarakat yang plural ini, tentu ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Seorang pengurus Pagar Nusa yang menemani NU Online mengingatkan agar berhati-hati jika masuk warung, mengingat banyak warung yang dikelola non-Muslim yang menyediakan makanan nonhalal. Tapi untuk mencari makanan Muslim juga tidak susah. Saat kami masuk jalan Roda, yang kini dikenal sebagai pusat tongkrongan warga setempat yang menyediakan kopi dan hidangan ringan, banyak penjualnya yang berjilbab. Di tempat lain dekat dengan Jembatan Soekarno yang merupakan kawasan kuliner ikan bakar, juga ada tanda “halal” untuk menunjukkan bahwa makanan tersebut aman dikonsumsi oleh Muslim.

Kota yang berada di pinggir teluk Manado dikenal sebagai kota wisata dengan Bunaken, taman laut yang keindahannya mendunia. Dari Manado, Bunaken bisa dicapai dengan waktu kurang dari satu jam. Kini telah da penerbangan langsung dari Tiongkok ke Manado. Turis asal negeri tirai bambu atau tulis bule dengan mudah ditemui di tempat-tempat wisata. Dengan menegaskan diri sebagai kota wisata, maka aspek keamanan dan kenyamanan menjadi hal penting yang harus disadari oleh seluruh warganya. Hal tersebut hanya bisa dicapai dengan toleransi dan penghargaan terhadap kelompok lainnya.

Kemacetan di beberapa ruas jalan di Manado tak ubahnya seperti yang terjadi di Jakarta. Mobil semakin banyak tetapi kapasitas jalan tidak berubah. Kota ini dalam beberapa tahun terakhir semakin padat oleh orang-orang yang pindah dari daerah-daerah sekitarnya yang sebelumnya mengalami konflik. Pengurus NU setempat menyampaikan, harga tanah belakangan ini semakin mahal karena banyaknya orang luar yang membeli rumah di sana karena terpikat oleh kedamaian yang ada. 
 
Sejarah masuknya Islam di Sulawesi Utara bisa dilihat jejaknya sejak zaman Diponegoro yang ketika itu pernah di tangkap dan diasingkan ke Manado. Pengaruh kuat Islam di wilayah Sulut dibawa oleh Kiai Madja, salah satu pengikut Diponegoro yang diasingkan di Tondano. Bersama dengan para pengikutnya, ia mendirikan kampung Jawa, yang menjadi tempat penyebaran Islam. Tugas NU dan pemuka umat Islam untuk memperkuat kualitas Muslim di sana agar bisa meningkatkan kontribusinya kepada bangsa dan negara. (Mukafi Niam)


Terkait