Memahami Sejarah Perjuangan Para Pahlawan Dipercaya Dapat Tekan Isu SARA
Rabu, 28 Agustus 2019 | 19:00 WIB
Jakarta, NU Online
Permasalahan yang ditimbulkan akibat sentimen suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dipercaya dapat menggerakan konflik personal menuju kolektif yang menyulut terjadinya kekerasan bahkan anarkisme yang dapat berujung pada ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Lebih-lebih, di era digital seperti saat ini, isu SARA ini bisa menjadi sangat liar karena dapat meluas dengan mudah, seperti yang terjadi saat pelaksanaan Pilkada DKI, Pilpres 2019, dan yang terakhir kasus Papua beberapa waktu lalu.
Karena itu, setiap upaya mencegah berkembangnya isu SARA menjadi penting. Salah satu cara ampuh menangkal isu SARA adalah dengan menghayati perjuangan para pahlawan pendiri bangsa.
“Karena sejak kita merdeka dulu, para pejuang kemerdekaan ini kan sudah bertekad dan bersepakat untuk mendirikan sebuah bangsa atau negara yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri dari multi etnis, multi agama, multi budaya dan bertekad menjadikan Pancasila sebagai alat pemersatunya,” ujar anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Agum Gumelar di Jakarta dalam sebuah keterangan, Rabu (28/8).
Menurut Agum, kalau itu semua dicamkan dan dihayati dengan baik di hati seluruh rakyat Indonesia, ia yakin akan bangsa Indonesia akan sulit terpengaruh hal-hal negatif seperti SARA itu. Hal itu dinilai sebagai tugas seluruh komponen bangsa.
“Ke depan bagaimana kita semua bisa merajut persatuan dengan berpedoman kepada Pancasila. Itu yang harus kita lakukan,” kata mantan Menteri bidang Politik, Sosial dan Keamanan (Menko Polsoskam) dan Menteri Perhubungan di era Presiden KH Abdurrahman Wahid ini.
Untuk itu, ia mengimbau kepada generasi muda harus bisa mengenali sejarah bangsa, di mana tonggak sejarah pada tahun 1945 saat Indonesia merdeka dan hasil keputusan para pejuang kemerdekaan yang sepakat mendirikan NKRI. Selain itu, para pendiri bangsa juga bersepakat menjadikan Pancasila sebagai ideologi dan alat pemersatunya.
Ia mengatakan sejarah ini harus diketahui dan dikenali oleh para generasi muda bangsa. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenali sejarah bangsanya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa- para pahlawan.
“Nah inilah yang harus ditanamkan kepada para generasi muda kita ini, bahwa bangsa kita ini menjunjung tinggi toleransi antar semua golongan, agama dan etnis yang ada. Generasi muda jangan mudah terpancing hasutan, apalagi melalui media sosial,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, selain sejumlah manfaat yang diberikan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki andil besar dalam penyebaran isu SARA dan intoleransi. Menurutnya, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak positif yang seharusnya bisa dimanfaatkan secara bijak untuk kemajuan bangsa dan negara. Namun di sisi lain, juga berdampak negatif atau residunya yaitu berkembangnya berita-berita yang disebarkan melalui media sosial yang bisa menimbulkan rasa kebencian, perpecahan, dan hoaks yang bisa meresahkan masyarakat.
“Hal positif dari perkembangan teknologi ini banyak, tetapi masalahnya ada sebagian kelompok dan masyarakat yang justru memanfaatkan sisi negatifnya,” tuturnya.
Hal ini, tegas Agum, harus dilawan untuk menjaga persatuan dan perdamaian. Seluruh komponen bangsa harus dewasa menyikapi masalah ini. Apalagi dalam negara demokrasi seperti Indonesia ini memerlukan kedewasaan bagi rakyatnya untuk bisa mengerti tentang demokrasi itu sendiri. Peran tokoh bangsa dan masyarakat menjadi penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat awam.
Editor : Ahmad Rozali